RIDE by CAT JOHNSON - BAB 1

April 7, 20150 comments


Dia tiba di tempat kerja lebih awal, seperti biasanya, dan membuka lokernya. Sebuah amplop putih melayang ke lantai. Dia membungkuk untuk mengambilnya kembali. Leesa Santiago ditulis dengan tinta di sisi depan. Bagus. Bosnya akhirnya membayar mereka tepat waktu sekali, yang menguntungkan karena sewanya sudah jatuh tempo. Meskipun sewanya selalu jatuh tempo, atau tagihan ponselnya, atau pembayaran kartu kredit bulanan yang nilainya besar peninggalan mantan pacarnya. Bukan hal yang mengejutkan saat rekeningnya selalu kosong. Semua yang ada di Vegas begitu mahal. Berbeda jauh sekali dengan kota kecil tempatnya dilahirkan di Washington.

Menahan nostalgia apapun tentang rumah, Leesa merobek amplop itu. Tekanan darahnya langsung meninggi saat ia melihat jumlah kecil yang menggelikan di cek itu. Dia membanting pintu loker dengan cukup kuat untuk menimbulkan bunyi gemertakan di seluruh loker yang ada di lemari besi. Dia merasa sudah cukup. Leesa menghentakkan kakinya menuju ke pintu ruangan bosnya, dan menghempaskannya sampai terbuka tanpa mengetuknya terlebih dulu. Dia menghiraukan lelaki yang duduk di seberang Jerry. Sial, dia bahkan jarang memperhatikan kumpulan uang di atas meja di antara mereka. Alih-alih dia fokus pada potongan kotoran yang berpikir bahwa pria itu bisa membayarnya apapun yang dia rasakan, menghiraukan berapa banyak shift yang dia lakukan untuknya. “Jerry, apa-apaan ini? Kau memotong bayaranku lagi.”

“Sialan.” Di balik rambut yang diberi gel terlalu tebal yang menggantung rendah di dahinya, pandangan licik Jerry tersembunyikan dari Leesa, pada laki-laki yang duduk di sisi lain meja dengan punggung menghadap gadis itu, lalu kembali pada Leesa.

“Tidak bisakah kau lihat aku sedang sibuk? Aku tak punya waktu untuk omong kosongmu.”

Di posisinya, Leesa membuka mulutnya hendak protes ketika Jerry memotongnya sebelum ia mengeluarkan kata-kata. “Pergi dari sini. Sekarang!”

Dengan gusar, Leesa memutar pintu dan membantingnya kasar di belakangnya.

“Kurang ajar! Pria brengsek...” umpatan kasarnya untuk laki-laki itu tertahan di sepanjang perjalanannya kembali ke loker, dimana rekan kerjanya, Holly, sudah mengenakan kostum untuk malam ini.

Holly mengerling sambil mengikatkan tali renda di sepatu botnya. “Jerry?”

“Yeah.” Leesa tertawa pahit, tak perlu ditanyakan lagi siapa yang membuatnya semarah itu bahkan sebelum kerja malam dimulai. “Dia memotong bayaranku lagi.”

Selesai menyibukkan diri dengan sepatu bot, Holly menghentakkan hak dari kulit hitamnya di lantai linoleum yang pudar dan meluruskannya. Leesa kagum sekali lagi dengan betapa berkebalikannya mereka. Holly berambut pirang yang diberi hairspray, sampai-sampai rambutnya tak bergerak meskipun dia berdansa dengan enerjik atau saat AC-nya jelek. Mata birunya selalu ditegaskan dengan eye shadow biru gelap, eye liner hitam yang tebal, dan bulu mata palsu yang panjang dan tebal. Biasanya kedua pipinya diberikan sedikit kilau untuk “memantulkan lampu panggung” seperti yang akan dikatakan oleh Holly.

Di sisi lain, Leesa seperti versi gelap dan tak terlalu bercahaya dari Holly. Rambut coklatnya yang lurus dan panjang selalu dikuncir kuda atau dikepang, dan tak pernah dihairspray sehingga akan bergerak-gerak. Para pria terlihat menyukainya saat ia mengibaskan rambutnya secara dramatis ketika ia menari. Holly bilang kemungkinan itu adalah sebuah naluri yang tertinggal dari hari-hari penghuni gua, saat mereka terbiasa menari di depan gua api dan menarik rambut para wanita. Teori itu membuat mereka berdua tertawa kecil. Banyak konsumen mereka yang tak lebih baik dari Neaderthals.

Leesa mengerling lagi pada bayangannya sendiri. Sebelum tampil malam ini, dia akan memoleskan eye liner coklat untuk menghiasi mata hijaunya, jadi Holly tak akan meneriakinya karena tak memakai make up yang layak. Kasihan Holly yang sudah berusaha keras untuk membantu, tapi kenyataannya adalah, ini adalah hari yang baik jika Leesa ingat untuk menyapukan blush on, lupakan tentang glitter.

Saat Holly mengaplikasikan make up lagi pada wajahnya yang sudah dirias, pandangannya tertuju pada Leesa di cermin. “Aku tak tahu kenapa kau repot-repot mengeluh. Dia hanya bilang bahwa kita bekerja untuk tips, dan kita beruntung jika dia membayar kita untuk sebuah shift.”

Leesa membuka lokernya untuk yang kedua kali malam ini, dan mendorong amplop itu kedalam dompetnya dengan marah.

 “Aku tak peduli jika kita mendapat tips juga. Dia harus membayar kita karena shift kita. Kitalah yang menarik konsumen sementara dia duduk di ruangannya menghitung uang.”

Holly berbalik dan bersandar di konter rendah yang ditutupi lampu dan botol-botol make up dengan aksesoris rambut yang tercampur menjadi satu. “Aku sudah bekerja di banyak tempat lain, Sayang. Percaya padaku. Sesuatunya bisa menjadi lebih buruk daripada Jerry yang memperpendek shiftmu disini atau di sana.”

Dia cemberut. “Aku tak tahu bagaimana pekerjaan ini bisa menjadi lebih buruk.”

“Oh, Sayang. Percayalah, itu bisa terjadi.” Holly menggelengkan kepalanya. “Pernahkah Jerry memaksamu berhubungan intim dengannya atau teman-temannya untuk mempertahankan pekerjaanmu?”

“Tidak.” Leesa menepis bayangan buruk dari ide itu.

“Dia pernah berusaha menjerumuskanmu kedalam narkoba?”

Leesa menggelengkan kepalanya. “Tidak. Semua itu terjadi?”

“Oh, yeah. Tidak banyak, tapi jauh lebih sering untuk kesenanganku. Ambil saranku. Jangan berbuat kerusuhan. Lakukan apa yang kulakukan. Ayo, menari, kumpulkan tips dan pulang. Kau akan jauh lebih bahagia dan aman dengan cara itu.”

Kata lebih aman terdengar begitu mencolok di akhir kalimat. Mengambil nafas panjang, Leesa berharap dia bisa meredam sisa kebencian terhadap Jerry yang masih terpendam dan melakukan pekerjaannya. Meskipun mendapat pencerahan setelah berbicara dengan Holly, Leesa masih teramat membenci pria itu. Dia mengeluarkan nafas dengan kasar.

“Baiklah. Aku akan mencobanya.” Leesa tak punya waktu untuk memikirkan Jerry saat ini. Dia tidak memakai jam tangan, tapi dia tahu para gadis yang ada di shift siang akan selesai kurang dari satu jam lagi, lalu dia akan tampil setelah itu. Leesa menatap gaun-gaun yang tergantung di dalam lokernya. Memilih kelihatannya adalah hal yang terlalu sulit baginya saat ini. Frustrasi, dia berbalik pada Holly. “Apa yang harus kukenakan?”

Holly tertawa. “Jika itu adalah hal terbesar yang kita khawatirkan malam ini, aku akan menjadi gadis yang bahagia. Sekarang, apa yang harus kau kenakan? Aku tak yakin kenapa, tapi ada banyak koboi di sekitar sini akhir minggu ini. Sepatu bot, topi, berbicara lambat khas daerah Selatan yang seksi, pekerjaannya. Aku pikir lebih baik kau memakai pakaian Pocahontasmu.”

“Tema Koboi dan Indian?” Leesa mendengus dan menarik rok mini dari bahan kulit palsu dari lokernya. “Tentu saja, kenapa tidak. Apa koboi pemberi tips yang baik?”

“Eh. Biasanya tergantung dari seberapa bagus mereka di kasino. Aku cinta beberapa koboi. Tentu saja, bisa saja aku hanya mendapatkan sesuatu dari seorang pria yang mengenakan topi dan sepatu bot. Bahkan lebih baik lagi saat dia tidak mengenakan apapun lagi selain itu. Datang dari Texas sepertinya.” Holly bersandar menghadap dinding dan mengaplikasikan lipstik berwarna merah cerah lainnya. “Beberapa pria kemarin malam benar-benar imut.”

Leesa melihat, tidak yakin apakah cebikan bibir seksi milik Holly yang sekarang adalah asli atau karena ditambah secara medis. Yang ia tahu, ia tak punya uang untuk mempercantik bagian-bagian tubuhnya, tak peduli betapa kecilnya bagian tubuh itu atau penambahannya. Apa yang dia punya adalah apa yang sudah Tuhan berikan padanya. Konsumen bisa mengambilnya atau meninggalkannya. Tidak punya pilihan lain. Merasakan kemiskinannya saat ini, dan kebencian terhadap Jerry yang semakin bertambah karena ikut andil meskipun kecil, Leesa mengeluh. “Imut tidak bisa membayar sewa, Holly.”

Kenyataannya, imut adalah alasan kenapa dia menari telanjang di sini, alih-alih pekerjaan bagus di tempat lain yang menggunakan ijazah sarjana yang tak pernah bisa dilunasinya, karena dia jatuh untuk lucu.

“Kuberitahu bagaimana caranya agar kau bisa mencari banyak uang.” Holly mengalihkan pandangannya dari bayangannya di cermin, menatap ke sekitar ruangan, lalu bergeser mendekati Leesa. “Aku membayar biaya sewa seluruh bulan, dari bayaran yang kudapatkan tadi malam dengan beberapa gerakan tarian memutar di ruang belakang. Itulah alasan lain yang kusuka di tempat Jerry ini—pintu di ruang belakang alih-alih hanya gorden. Semua privasi yang bisa diiinginkan oleh seorang gadis untuk memberikan layanan ekstra.”

Mereka sudah membicarakan tentang ini sebelumnya. Leesa tahu bukan sekedar tarian di atas pangkuan saja yang terjadi di ruang belakang. Untuk beberapa tagihan yang dilemparkan pada mereka di akhir shift, tukang pukul akan berada di sana dalam keadaan darurat jika kau membutuhkan mereka, tapi sebaliknya mereka akan berpura-pura buta jika ada hal lain yang terjadi antara para gadis dan konsumennya, tak peduli apakah itu melanggar aturan atau tidak.

“Aku tahu, Holly. Aku hanya...aku pikir aku bisa mendapatkannya dari bayaran dan tipsku. Aku tidak berpikir harus melakukan hal yang lainnya...lagi.”

Perhatian dari wanita lain mengembalikannya pada bayangannya sendiri, kali ini mengamati cermin atas ketika dia menyesuaikan G-string dan rok mini hitam yang menutupi sebagian pahanya. “Itu pilihanmu, Sayang. Tapi yang benar saja, kau membunuh dirimu sendiri? Sedikit pekerjaan tangan dalam semalam dan segala permasalahan keuanganmu akan terselesaikan.”

“Hanya pekerjaan tangan?” Ragu, Leesa menaikkan sebelah alisnya.

Holly mengangkat bahu. “Tentu, jika hanya itu yang ingin kau lakukan.”

“Apa itu yang dilakukan oleh yang lainnya?” Apa dia benar-benar serius mempertimbangkan untuk melakukan ini? Lalu lagi, dia melepaskan apapun agar bisa mengenakan G-string dan kostum Pocahontas minim, agar dia bisa berjalan di depan sekumpulan pria asing dan melepaskannya lagi begitu di atas panggung. Bagaimana bisa hidupnya begitu kacau?

Holly bertemu pandang dengan Leesa melalui cermin ruang ganti lagi. “Tidak.”

“Yeah, aku juga tidak berpikir begitu.” Leesa menarik pinggiran rompi yang menutupi dada telanjangnya, lalu menatap bayangannya sendiri. Dia melihat dunia dari sejak dia masih seorang mahasiswa di California yang cukup bodoh untuk jatuh cinta. Siapa yang sedang dia ajak bercanda? Dia mungkin saja bisa menjadi dunia. Hidup di Las Vegas bagaikan hidup di planet lain dibandingkan dengan apa yang biasanya dia tahu.

“Dengar. Cobalah sekali saja. Jika kau tak menyukainya, jangan melakukannya lagi.” Holly mengangkat bahu, seolah-olah dia sedang membicarakan tentang Leesa yang enggan mencoba beberapa makanan baru. “Kau terpaksa, kau tahu. Kau pilih laki-laki yang mana. Kau pilih seberapa jauh yang akan terjadi.”

“Dan mereka tak apa-apa dengan itu? Aku yang memilih sampai seberapa jauh itu terjadi?” Perut Leesa mulas karena...apa? Dia tak terlalu yakin. Gelisah karena memikirkan apa yang Holly sarankan mungkin?

Setelah Holly menghapus lipstik yang mengenai giginya, dia berbalik menghadap Leesa. “Oh, iya. Biasanya mereka akan berterima kasih dan sangat bermurah hati atas perhatian ekstra di area itu. Jika mereka tidak melakukannya, panggil salah seorang tukang pukul. Seperti yang kubilang, kau bertanggung jawab.”

Kau bertanggung jawab...Leesa belum pernah bertanggung jawab pada apapun, termasuk hidupnya sendiri, yang terlihat sudah sangat lama sekali. Mungkin emosi yang membuat perutnya seperti diaduk-aduk adalah antisipasi, bukan kegugupan. Dia bisa memilih. Siapa. Kapan.  Sejauh mana.

Sial. Ide untuk memiliki kekuatan benar-benar menggoda. Hampir menyebabkan kecanduan. Dia menyukainya, sangat.

Translated by Alya Feliz


WARNING!
Cerita ini saya terjemahkan sendiri. Jika ternyata ada penerbit yang sudah menerbitkan versi terjemahannya, mohon diberitahu secara baik-baik agar saya bisa menghapusnya. Tidak perlu menuntut berlebihan atau mengeroyok hanya karena mengira bahwa saya memplagiat atau mengcopas. Saya menerjemahkan cerita ini langsung dari versi aslinya, jadi saya yakin saya tidak memplagiat atau mengcopas terjemahan dari pihak manapun. Terima Kasih.
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. OPEN MINDED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger