RIDE by CAT JOHNSON - BAB 8

April 13, 20150 comments

Air panas mengalir di punggung Leesa, dan dengan itu, beberapa senilai dengan ketakutan dan kekhawatiran. Dia tidak keluar dari hutan dengan maksud apapun, tapi pergi dengan Chase ke Oklahoma, bahkan jika sebagai pengantinnya, memberikannya beberapa ruang untuk bernafas. Jika dia tetap membuat kepalanya menunduk, dia akan aman untuk sementara waktu tinggal dengan keluarga pria itu sampai mereka mencari tahu bagaimana caranya membalik pernikahan ini.
Bagaimana caranya mereka bisa berakhir dengan menikah? Dia kira dia bisa menghapusnya dengan tidak cukup makanan, terlalu banyak alkohol untuk mereka berdua, dan satu obat tidur pada bagiannya. Dia mungkin seharusnya tidak meminumnya sama sekali. Bagaimana jika Bruno meledak melalui pintu dan dia sedang terbius dan pusing? Meski dia sudah pernah meminumnya sebelumnya dan bisa bangun dengan baik-baik saja saat dibutuhkan, dan tak pernah sepengetahuannya dia tidur sambil berjalan ke kapel dan menikah. Setidaknya tidak sampai kemarin malam.
Oh baiklah. Dari semua pria di dunia yang bisa dia nikahi secara tidak sengaja, Chase akan menjadi pilihan pertamanya. Setidaknya dia tidak berakhir menikah secara tak sengaja dengan seseorang seperti Jerry. Bahkan pemikiran tentang pria itu membuat perutnya teraduk. Segala sesuatu bisa menjadi jauh lebih buruk. Dia mengetahuinya dengan terlalu baik. Menikah dan masih hidup jauh lebih baik daripada bujang dan mati.
Leesa menuangkan segenggam lagi sampo hotel kedalam telapak tangannya dan menyabuni rambutnya. Botol kecil itu hampir kosong sekarang, tapi Chase sudah mandi dan Garret pasti sudah punya sendiri. Di samping itu, pria-pria ini menunggangi banteng. Koboi yang sesungguhnya bisa menggunakan sabun tangan di rambut mereka dalam sekali comot, dia kira. Leesa menggelengkan kepalanya pada pemikirannya sendiri. Fakta bahwa dia lebih mencemaskan tentang sampo daripada mati untuk membuktikan bagaimana berbedanya pagi ini dibandingkan dengan kemarin.
Sedikit kondisioner, bilasan satu kali lagi, dan rambut Leesa sudah bersih. Memutar keran, dia mematikan air, melangkah keluar dari bilik shower dan di atas keset kamar mandi. Dia menarik sebuah handuk dari rak dan melihat pisau cukur milik Chase tergeletak di atas westafel. Ia belum banyak memikirkan soal pria itu bercukur. Tentu saja pria itu melakukannya. Ia adalah seorang pria dewasa. Dia bisa membuktikannya pertama kali.
Bayangan itu menggodanya. Chase menyapukan uap dari balik cermin. Membusai pipi dan dagunya. Berdiri tanpa mengenakan apapun kecuali handuk. Dia terlihat sangat bagus dengan handuk itu pagi ini. Harusnya itu adalah hal pertama yang diperhatikannya sebelum pria itu mengacaukannya dengan surat nikah dan dua cincin kawin emas, yang salah satunya masih terpasang di jari manis kirinya. Ia melihatnya lagi.
Wow. Menikah.  Bahkan jika itu hanyalah sementara, mereka tetap masih menikah. Ia melihat pisau cukur milik Chase lagi, lalu pada sebuah pacu selama sejenak, terkait pada satu pergelangan kaki di westafel. Dia melarikannya dengan cepat di atas tulang kering dan lututnya. Bukan pekerjaan mencukur yang terbaik, tapi akhirnya kedua kaki dan ketiaknya sebagian besar bebas bulu.
Dengan rasa bersalah, ia membilas mata pisaunya dengan baik. Para pria benci saat wanita menggunakan pisau cukurnya untuk mencukur kaki mereka. Setidaknya mantannya begitu. Leesa membuang jauh-jauh kenangan tak menyenangkan itu. Itu sudah lama berlalu dan jika dia sudah tak pernah memikirkan pria itu lagi, akan terlalu cepat.
Dia mengeringkannya dan meletakkan pisau cukur itu kembali ke tempat ia menemukannya. Sepanjang waktu dia berusaha untuk tidak memikirkan bahwa dia bercukur kalau-kalau sesuatu terjadi dengan Chase. Akan menjadi perjalanan yang sangat lama menuju ke rumah pria itu di Oklahoma. Keduanya berada dalam taksi di truk pria itu selama berjam-jam...Dia seharusnya mengkhawatirkan tentang hal-hal lain selain kemungkinan mereka mungkin akan berhubungan intim. Kemudian lagi, kenapa mereka tidak melakukannya? Mereka sudah menikah.
Hanya sementara, dia mengingatkan dirinya sendiri sekali lagi ketika  menunduk dan menggosok-gosok air di tangannya dengan handuk. Ia membawa pakaian ganti kedalam kamar mandi agar bisa berpakaian secara privat. Ketika Leesa memakai bra dan celana dalamnya, ironi tidak hilang dari dirinya. Dia menari hampir telanjang di depan Chase dan teman-temannya di atas panggung, tapi di sini dia bahkan tak ingin pria itu melihatnya hanya dalam balutan handuk. Tetap membuat hidupnya terbagi-bagi telah menjadi satu-satunya cara untuk menjaga akal sehatnya dalam beberapa bulan terakhir ini. Hal itu sudah menjadi apa yang mengijinkannya untuk cukup menjauhkan dirinya, untuk melakukan apa yang telah dilakukannya dengan Chase di ruang belakang. Kemudian lagi, dia tak memiliki jarak yang cukup jauh, kan?
Perutnya mulai berdenyut lemah saat mengingat apa yang ia rasakan diantara dia dan Chase di ruang belakang, dan kemudian lagi kemarin malam saat pria itu menciumnya. Yeah, tentu. Mengadakan penggolongan. Ha! Dia telah menjadi seorang wanita yang tertarik pada seorang pria. Chase tidak hanya menjadi pelanggan lain. Sekarang dia telah menikah dengannya. Dia menyembunyikan kesalahannya. Mungkin alam bawah sadarnya telah membawa tubuhnya yang mengandung obat tidur sambil berjalan, dan tubuh pria itu yang mabuk ke kapel dengan sengaja.
Leesa mendesah. Mereka akan meluruskannya. Sampai kemudian dia harus pergi ke Oklahoma dan keluar dari Vegas dengan hidupnya yang lengkap. Chase tidak terlihat mengeluh tentang perkawinan kejutan ini. Mereka berdua hanya harus membuat yang terbaik. Dengan pemikiran itu yang sungguh-sungguh berada di tempatnya, dia menarik pakaian terakhirnya dan membuka pintu kamar mandi.
Ledakan uap mendahuluinya kedalam kamar mandi, saat ia mendapati Chase yang menggulung pakaiannya dan mendorongnya kedalam tasnya. Melawan keinginan untuk menghampiri dan melipatnya dengan rapi untuk pria itu, Leesa pergi ke tasnya sendiri dan meletakkan tumpukan pakaiannya kemarin dengan rapi kedalamnya.
“Aku mengira-ngira kita akan berkemas, mengambil sesuatu untuk dimakan,  lalu naik ke atas, mengambil tas kita, dan melakukan perjalanan.
Leesa berhenti menutup resleting tasnya di pertengahan jalan. “Um, apa kau pikir kita bisa melakukan perjalanan dulu, lalu berhenti pada pemberhentian truk atau lainnya dan membeli sarapan? Mungkin sandwich telur? Sesuatu yang mudah untuk dimakan di dalam truk.”
Pria itu melihatnya dengan terkejut lalu tersenyum. “Kau bertekat untuk tak membiarkanku membelikanmu makanan yang layak di restoran yang nyata, kan?”
“Tidak. Bukan begitu...”
“Aku punya uang kau tahu, jika itu yang kau khawatirkan. Aku tahu aku belum menunggangi yang terbaik tahun ini, tapi aku masih melakukannya dengan baik. Aku bisa mengusahakan untuk membelikanku makanan yang enak. Aku berjanji.”
Lagi, dia tak cukup yakin bagaimana pria itu mendapat uang dari menunggangi banteng, atau berapa banyak orang yang bisa membayar dengan melakukan hal itu, tapi dia kira selama perjalanan panjang bersama-sama dia punya banyak waktu untuk mencari tahu. “Aku percaya padamu, Chase. Kau bisa membelikanku makanan saat kita berada di tempat yang kita tuju. Untuk saat ini, aku semacam khawatir dalam perjalanan.”
Pria itu kelihatannya melihatnya dengan terlalu dalam, cara dia memiliki kebiasaan itu. Meskipun mungkin hal itu adalah kesalahannya sendiri dengan menyembunyikan sesuatu dari pria itu, dan memanfaatkannya untuk melarikan diri yang membuat merasa seperti itu. Akhirnya, dia mengangguk.
“Oke. Kita bisa melakukan perjalanan dulu dan berhenti kemudian. Tak masalah.”
Ia mengangguk, senang karena pria itu setuju dengan mudahnya, tapi masih merasa seperti dia membutuhkan sebuah penjelasan untuk menutupi dirinya sendiri. “Terima kasih. Aku hanya berpikir aku punya cukup uang dari kota ini untuk sementara.  Kau tahu? Aku khawatir untuk pergi jauh. Memulai liburanku.”
Lagi, pria itu mengawasinya. “Dimengerti. Aku memperingatkanmu terlebih dulu, Oklahoma tepatnya bukanlah ibu kota liburan di dunia. Kota kediamanku memiliki beberapa ribu orang dan hanya itu. Acara penting di kota adalah saat kedai makan memutuskan untuk tetap buka sampai ham sebelas malam di akhir pekan. Kami punya bioskop yang menunjukkan satu film dalam satu waktu, bukan sepuluh seperti yang ada di kota-kota. Dan jika kau ingin berbelanja di mall yang sebenarnya, kau harus melakukan perjalanan dan membutuhkan waktu sehari.”
Leesa tertawa. “Terdengar sempurna bagiku.” Hal yang lucu adalah dia bersungguh-sungguh dalam setiap kata.
Pria itu melihatnya dengan aneh lagi, menertawakan dirinya sendiri. “Baiklah, jika kau bilang begitu.” Chase melihat ke sekeliling kamar. “Apakah sudah semuanya?”
Menekan rasa bersalahnya, dia pikir ia merasakah pipinya memanas. Leesa menggelengkan kepalanya. “Pisau cukurmu masih di atas westafel di kamar mandi.”
“Itu milik Garret, tapi bagaimanapun juga terima kasih.”
“Oh.” Sekarang dia merasa sangat jahat telah memakainya. Chase mengambil tasnya dan miliknya dan melangkah menuju ke pintu. Saat ia kembali menatap pada kamar, masih bertebaran dengan barang milik Garret, hal itu seperti membunuh Leesa jika tidak melakukan cek kamar hotel seperti biasanya, menarik semua laci baik di lemari pakaian maupun nakas, berlutut untuk melihat kaus kaki atau sepatu di bawah ranjang yang mungkin tertendang kesana. “Um, apa kau tak ingin mengeceknya sekali lagi siapa tahu kau meninggalkan sesuatu?”
Dan dia telah memberitahu Chase bahwa ia adalah tipe gadis yang mengikuti arus. Yeah, benar. Chase menggelengkan kepalanya. “Tidak. Jika aku kehilangan sesuatu, Garret akan mengambilkannya untukku. Yang mengingatkanku, aku harus benar-benar membangunkan mereka di kamar sebelah dan bilang pada mereka bahwa aku pergi.”
Pria itu menunduk untuk melihat tangan kirinya. “Huh. Mungkin tidak. Aku pikir mungkin aku tak seharusnya membiarkan mereka tahu tentang apa yang terjadi.”
“Aku pikir kau benar. Kau punya um...kertas tulis, kan? Pamanmu mungkin akan membutuhkannya.”
“Sudah terlipat aman di dompetku.” Chase menepuk saku depan celana jinsnya.
“Bagus.”
Pria itu melihat jam di depan ranjang dan menarik diri. “Masih pagi, dan para pria itu masih cukup mabuk kemarin malam. Mungkin aku akan meninggalkan sebuat catatan untuk Garret. Atau mengirimkannya pesan nanti dalam perjalanan.”
Melihat pria itu membuat alasan, dia tersenyum. “Kau tak ingin berbohong padanya.”
Chase tertawa. “Tidak. Aku sudah berbohong padanya sebelumnya, tentangmu misalnya. Aku hanya merasa tak ingin berurusan dengan mereka saat ini.”
“Oke, pilihanmu.” Leesa tidak sungguh-sungguh mempercayainya.
Chase meletakkan kedua tas itu di bawah dan membungkuk di atas meja. Dia menulis dengan tergesa-gesa pada blok kertas yang tergeletak di sebelah telepon. Leesa melakukan yang terbaik untuk tidak menatap pantat pria itu di celana jinsnya. Saat pria itu meluruskan tubuhnya lagi, ia menjatuhkan pandangannya kembali ke wajahnya.
“Oke, selesai. Sudah siap?” Pria itu menunggu jawabannya.
Ia mengangguk. “Siap.”
“Lalu ayo kita pergi.”
Dengan sentakan adrenalin, Leesa mengikuti Chase kedalam lorong, menahan nafasnya selama berjalan menuju ke lift. Saat pintu terbuka dan dia melihat melewati Chase yang sudah ditempati, tapi ia tak bisa melihat oleh siapa, nafasnya tercekat di tenggorokan. Dia tidak bernafas dengan bebas lagi sampai Chase menjatuhkan tasnya ke atas lantai, dan berjabat tangan dengan koboi yang melangkah keluar.
“Mustang.”
“Hei, Chase. Kau berangkat?”
“Yup, benar.” Pria itu mengangguk. Dia melangkah ke samping dan mengambil langkah kecil ke belakang jadi ia berdiri di sampingnya. “Ini Leesa.”
Pria yang bernama Mustang—penunggang banteng pastilah memiliki nama yang aneh—menaikkan topi koboinya padanya. “Senang bertemu denganmu.”
“Kau juga.” Dia mengangguk dan mengelola untuk menjawab melalui gumpalan yang bersarang di tenggorokannya, saat ia pikir mungkin Bruno dan orang-orang jahat itu yang berada di lift. Dia punya firasat bahwa rasa takut itu akan terus bersamanya selama pergi ke Oklahoma, jika tidak selamanya.
Sementara itu, kedua mata koboi itu turun ke tangan kirinya, dan dia melihat kedua alis pria itu terangkat pada pemandangan cincin kawin yang, konyolnya, masih dipakainya. Mereka seharusnya mungkin melepaskannya. Itu tidak seperti pernikahannya nyata atau bagaimana. Dia kira dia takut akan kehilangan cincin kawinnya jika ia melepaskannya dan menyimpannya di sakunya.
Mata koboi itu beralih pada Chase, yang sudah memperhatikan kemana temannya melihat. “Um, kita akan bicara nanti.”
Mustang mengangguk. “Kupikir mungkin kita seharusnya berbincang.” Lalu matanya menangkap kilauan di tangan Chase dan terbuka lebih lebar. “Yeah. Kita memang sudah pasti harus berbincang.”
Chase tertawa. “Aku tahu. Aku akan menelponmu.”
“Kau melakukannya.” Koboi itu mengangkat topinya pada Leesa. “Nyonya.” Lalu dia pergi.
Chase menekan tombol untuk membuka pintu lift lagi, karena mereka sudah lama menutup selama pertukaran aneh diantara dua pria.
Dia menunggu sekali lagi dengan nafas tegang untuk menunggu lift datang, berharap dengan seluruh tenaganya bahwa lift itu kosong dan pencariannya telah berpindah ke tempat lain. Dia memandang sekilas ke raut wajah Chase. “ Kau tahu, kita bisa melepaskan cincin ini jadi kau tak harus terus menjelaskannya.”
“Aku tahu.” Pria itu menunduk untuk melihatnya tapi tak bergerak untuk melepaskan miliknya sendiri.
“Kau tak ingin melakukannya?”
“Tidak.” Chase menggelengkan kepalanya dengan tegas.
“Kenapa tidak?”
“Karena aku suka bagaimana rasanya memakai ini.” Dengan sebuah seringai, ia mengambil tasnya dari lantai saat pintu lift kembali terbuka. Lalu menunggunya untuk masuk terlebih dulu.
“Oh, oke.” Dia mempertimbangkannya saat melangkah masuk ke dalam.
Chase melangkah masuk setelahnya lalu menekan tombol ke tingkat tempat parkir berada. Bagus. Mereka tidak melewati kasino. “Apa itu baik-baik saja denganmu?”
“Uh, yeah.”
Pria itu mencondongkan tubuhnya ke bawah dan memberikan ciuman lembut pada bibirnya, dan perutnya berdenyut lagi.
“Bagus.”
Huh. Hal ini sepenuhnya memberikannya sesuatu yang lain untuk dipertimbangkan.
“Berapa lama kita sampai ke tempatmu?”
“Sekitar enam jam berkendara, tidak termasuk beberapa pemberhentian yang kita buat. Aku taksir mungkin kita akan berkendara selama sepuluh jam hari ini, menemukan hotel untuk malam hari, lalu melanjutkan sisanya besok. Kita akan sampai rumah tepat waktu saat makan malam dengan keluargaku. Masakan ibuku adalah yang terbaik. Aku akan menelponnya dan bilang padanya bahwa kau datang, agar dia membuat sesuatu yang spesial.” Pria itu tersenyum padanya.
Sebuah kamar hotel untuk malam nanti. Makan malam khusus dengan keluarganya. Leesa menelan ludahnya. “Oke.”
Kelihatannya menarik.


Translated by Alya Feliz
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. OPEN MINDED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger