RIDE by CAT JOHNSON - BAB 9

April 18, 20150 comments

Dia punya 16 jam sendirian bersama wanita itu di dalam truk untuk meyakinkannya, mereka harus berusaha saling mengenal dengan lebih baik. Sebenarnya, itu tidak sepenuhnya benar. Mereka juga memiliki kamar hotel malam ini. Sendirian, sepanjang malam. Tentu mereka sudah bersama di kamarnya kemarin malam, tapi selalu saja mendapat gangguan dari Garret bersama Aaron dan Skeeter, belum lagi saudara Aaron merengek untuk mengganggu mereka.
Sepanjang malam sendirian di kamar hotel dengan Leesa, dan mereka sudah menikah. Menikah secara hukum. Secara hukum sudah diijinkan untuk berhubungan intim. Sepanjang malam. Dia teringat sudah berjanji padanya bahwa pamannya akan mengurus perceraian sesegera mungkin. Ia menoleh pada wanita itu di seberang taksi yang ada di truk. Mungkin dia bisa meyakinkan pamannya untuk menarik kakinya sedikit. Cukup lama untuk Leesa menyadari bahwa mereka harus memberi kesempatan satu sama lain untuk berkencan.
Chase sudah lelah membujang. Dia tak keberatan mencoba berpacaran untuk sementara. Mungkin untuk waktu yang lama. Dia punya firasat ia akan menyukainya. Sial, menikah sementara sama sekali tidak buruk. Berada dalam sebuah hubungan—yang dewasa, bukan semacam yang ia miliki saat di SMA—harusnya sama saja. Kecuali untuk sekarang mereka menikah dan bukan berkencan. Ia menatap wanita itu lagi. Penglihatan akan bangun di samping Leesa setiap pagi memenuhi kepalanya, daripada pemandangan jalanan di depannya. Rambut wanita itu akan berantakan, miring di atas dadanya dan bantal seperti tadi pagi. Ya, dia bisa terbiasa dengan hal itu.
Baru saja dia berfantasi, ponselnya berdering. Melihar ID pemanggilnya, Chase melihat nama Garret muncul. Dia mengerang dengan pelan.
“Siapa ini?”
“Garret.”
“Apa kau tak akan menjawabnya?”
“Dan bilang apa padanya?”
“Aku tak tahu. Bahwa kau ingin melakukan perjalanan pulang lebih pagi dan tak punya waktu untuk berkeliaran sampai dia bangun.”
“Aku sudah menulisnya di catatan. Selain itu, dia ingin bicara tentang...sesuatu.”
“Sesuatu seperti apa?”
Chase menekan kedua bibirnya menimbang pilihannya di sini dan memutuskan kejujuran adalah kebijakan yang terbaik.
“Tentang kau.”
“Aku?”
“Yeah. Dengar, aku itu salah tapi para pria membicarakan tentang sesuatu. Kau tahu. Gadis-gadis. Dia ingin tahu jika sesuatu terjadi. Antara kau dan aku, maksudku.” Chase benci mengatakan itu padanya. Itu membuatnya terdengar seperti para pria selalu mediskusikan kemenangan mereka di hari berikutnya. Sayangnya, dalam kasus Garret hal itu adalah benar. Dia bisa mengatakannya dari kesunyian yang menyebar dengan kuat dari wanita itu bahwa dia tak senang dengan pengungkapan itu. “Aku tak menceritakan padanya apapun mengenai malam yang lain.”
“Kau tidak melakukannya?” suara wanita itu terdengar sangat ragu.
“Tidak.”
“Kenapa tidak?”
“Karena itu bukan urusannya. Dan karena aku...aku tak tahu. Aku tak ingin melakukannya.” Itu akan mengurangi momen yang cukup bagus yang telah terjadi. Pada puncaknya, Chase benar-benar ingin melihat wanita itu lagi, dan jika mereka sudah mulai berkencan, dia tak butuh Garret dan teman-temannya yang lain untuk mengetahui apa yang telah terjadi diantara mereka pada malam mereka bertemu.
Chase hampir saja tertawa. Dia dengan pasti belum mencari tahu mereka sudah menikah. Sekarang dia benar-benar tak mau teman-temannya mengetahui apa yang terjadi dengannya dan pengantinnya. Dan dia tak membutuhkan omong kosong apapun dari mereka tentang bangun dalam keadaan menikah di Vegas. Tidak, hal yang terbaik adalah membiarkan saja ponsel yang berdering itu.
Sementara itu, Leesa mengawasinya dengan ekpresi aneh. Dia mengerutkan dahi. “Kenapa?”
“Terima kasih karena tak memberitahu mereka.” Suara wanita itu terdengar lembut dan penuh dengan ketulusan.
Dia berusaha menghilangkan rasa terima kasih wanita itu dengan mengangkat bahu sambil lalu. “Aku bukan tipe orang yang mencium dan menceritakan, tapi sama-sama.”
Chase melihat ke seberang truk dan diperlakukan dengan senyuman kecil dari wanita itu, sebelum Leesa berbalik untuk memandang ke sisi luar jendela pada pemandangan yang lewat. Hatinya, dan bagian-bagian yang lebih rendah, mengencang. Sial, dia benar-benar, sangat berharap wanita itu tidak memintanya untuk memesan dua kamar malam ini. Tentu, dia akan melakukannya jika wanita itu memintanya, tapi dia benar-benar berharap wanita itu tak melakukannya.
“Kau tahu, aku pikir kau tak mengenaliku kemarin sore.” Komen dari Leesa menghancurkan fantasi yang sangat manis mengenai akan seperti apa kehidupan pernikahan.
Apa yang wanita itu katakan akhirnya tercatat di bagian otaknya yang tidak menggunakannya untuk memikirkan seks.
“Kenapa aku harus tak mengenalimu?”
“Kau tak mengatakan kau mengenalku saat aku datang ke mejamu.” Wanita itu tertawa. “Dan aku tak berpakaian sama seperti malam yang lain.”
Dia membiarkan tawanya terdengar. “Tidak, memang tidak, tapi aku tahu siapa kau. Bahkan dengan topi, aku sudah mengenali wajahmu dimanapun. Lalu saat kau berbicara padaku, aku tahu aku yakin. Aku mengingat suaramu...”
Burung Chase bergerak karena kenangan akan pakaian wanita itu di klub telanjang. Cara wanita itu menari hanya untuknya di atas panggung. Suara wanita itu di telinganya saat menyuruhnya untuk santai dan menikmatinya, lalu memanggilnya koboi. Dia menelan ludah. Jika dia tak menghentikan ini, kejantanannya akan mampu untuk mengambil kemudi dan menyetirnya.
Dia mengalihkan pandangannya dari jalanan ke wajah wanita itu yang menghadapnya. Pipinya memerah dan kelopak matanya turun sejenak sebelum wanita itu membawa pandangan kembali padanya. Kesempatan adalah saat wanita itu mengingat hal yang sama seperti yang diingatnya. Tangannya memandu pinggang wanita itu. Cara wanita itu gemetar di lengannya saat dia datang.
Laju kendaraan mereka dipercepat oleh sebuah tanda di sepanjang jalan tol ke restoran makanan cepat saji. Chase membersihkan tenggorokannya dan membuang jauh-jauh pikirannya dari fantasi tentang bagaimana rasanya memasukkan dada wanita itu ke mulutnya dan menggoda putingnya sampai mencapai puncak. “Lapar?”
Wanita itu mengangguk. “Ya. Bisakah kita memesan lewat jendela pemesanan daripada masuk ke dalam?”
“Tentu. Kau tak perlu berhenti untuk, uh, kau tahu, apapun?” Betapa konyolnya hal itu? Mereka sudah hampir pernah telanjang bersama, dia datang di tangan wanita itu, tapi dia mendapati dirinya sendiri malu bertanya apakah wanita itu perlu pergi ke kamar mandi.
Leesa menggelengkan kepalanya. “Tidak, terima kasih.” Dia menundukkan pandangannya lagi. Mereka berdua merasa bahwa mereka seperti orang asing. Orang asing yang menikah. Rasanya benar-benar sensasi yang aneh.
Ia sudah tahu hal-hl tentang seks diantara mereka hebat. Mudah-mudahan di akhir perjalanan ini, mereka akan lebih nyaman satu sama lain sejauh hal normal setiap harinya. Seperti yang dilakukan oleh sepasang kekasih. Atau suami-istri.
Chase menyalakan lampu seinnya dan melambat pada jalan keluar yang melandai. Truk gandeng sejajar dengan bahu truknya. Ia menyalip mereka dan mengikuti tanda untuk jalur mobil lewat.
Ia berhenti pada tanda menu. “Apa kesukaanmu?” Ia tahu apa yang akan dimakannya pada saat ini dan tak ada di menu besar yang menyala itu, tapi ia berusaha untuk tak memikirkannya.
“Hanya sandwich untuk sarapan dan secangkir kopi. Terima kasih.” Wanita itu mulai menggali tasnya. Ia akhirnya muncul dengan uang lima dollar dan menyodorkannya padanya.
Chase mengerutkan kening. “Tak usah khawatir. Aku yang membayarnya.”
“Tidak, sungguh. Aku ingin membayarnya sendiri.”
Ini tidak bagus. Saat seorang wanita tak membiarkan seorang pria membelikannya sarapan makanan cepat saji sandwich, itu artinya wanita itu tak tertarik. Bahwa wanita itu tak mau berhutang apapun padanya. Ia merasa harapannya musnah seraya menggelengkan kepala dan mendorong tangan wanita itu menjauh.
“Sungguh. Tak apa-apa.  Kau tak akan berhutang apapun padaku. Aku bersumpah.” Suaranya terdengar agak kasar. Ia mengerutkan bibirnya dan mengerahkan sebuah permintaan maaf. “Maaf.”
Ia menggerakkan truknya menuju ke jendela dan memesan, lalu menarik jendela kedua untuk membayar dan menunggu pesanannya, menghindari kontak mata dengan wanita itu sepanjang waktu. Setelah ia menyerahkan tas penuh makanan pada wanita itu sehingga ia bisa menutup jendela dan menarik diri, wanita itu akhirnya bicara. “Aku sudah berhutang padamu lebih dari tang kau tahu.”
Ia mengerutkan keningnya. Menarik truk ke tambatan terbuka, ia mengarahkannya ke taman dan berbalik di kursinya. Apa wanita itu akhirnya siap untuk menjelaskan semua keanehan yang ia perhatikan selama bersama dengannya? Kegelisahan. Keengganan di tempat umum manapun. Selalu menjaga pandangannya pada pintu keluar terdekat seolah-olah wanita itu mungkin harus melarikan diri. “Kenapa?”
Wanita itu mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya secara bersamaan, mendadak sangat sibuk mengatur makanan di dalam tas di atas pangkuannya.
“Ini.” Leesa menyodorkan hash brown padanya. Ia mengambilnya dan meletakkannya di atas dasbor. Hash brown lain dan sandwichnya sendiri datang padanya. Wanita itu meletakkan kopinya di penyangga cangkir. “Terima kasih untuk sarapannya.”
“Sama-sama.” Ia menahan amarahnya. Wanita itu tak berbicara. Ia bisa menunggunya. Ia adalah pria yang sabar, tapi dia tak akan senang dengan wanita itu yang membayar dengan caranya sendiri. Ia adalah seorang jentelmen. Jika rahasia Leesa berhubungan dengan keuangannya, wanita itu mungkin harus menyimpan semua uang yang dimilikinya. “Apa aku juga harus meyakinkanmu untuk membiarkanku membelikanmu makan siang dan makan malam?”
“Mungkin.” Wanita itu tetap menjaga pandangannya kebawah, fokus pada membuka bungkus makanannya.
Chase menjangkau sepanjang belakang kursi dan membiarkan ujung jarinya menyentuh pundak wanita itu. “Kenapa?”
Leesa akhirnya mendongak untuk menatapnya, sebuah senyuman kecil permintaan maaf terukir di bibirnya. “Karena aku keras kepala.”
Ia mengacungkan alisnya dengan ragu. “Hanya itu alasannya?”
Wanita itu mengambil nafas dalam-dalam. “Chase, aku sudah melakukan semuanya sendiri sementara waktu sekarang. Aku tak terbiasa dengan siapapun yang melakukan apapun untukku.”
“Baik, selama kau bersamaku, sebaiknya kau membiasakan diri akan hal itu.” Merasa sedikit lebih baik, ia menunggu jawaban dari wanita itu. Ini tidak seperti seorang gadis yang memesan ayam daripada lobster, karena gadis itu tak bertujuan untuk merusak kencannya setelah dirinya membayar makan malamnya. Ini sudah pasti sesuatu yang lain. Leesa tertarik padanya, ia yakin. Apapun yang terjadi pada wanita itu, akan masuk diantara mereka.
Wanita itu akhirnya mengangguk dan mengomel. “Oke. Aku akan mencobanya.”
“Bagus.” Dia berbalik kembali di kursinya dan sibuk menelan makanannya.
Mudah-mudahan wanita itu memperkenankan mereka untuk duduk dan mendapatkan beberapa makanan layak di satu tempat selama perjalanan. Dalam kasus apapun, masakan ibumya akan sangat menggembirakan saat mereka sampai di rumah. Bermil-mil dan berjam-jam terlewati, dan begitu juga dengan lebih banyak lagi kejadian penting pribadi, seperti pertama kali wanita itu menyentuh lengannya dan bertanya dengan diam-diam apakah mereka bisa berhenti di area peristirahatan. Satu hambatan terlewati. Lebih banyak lagi yang harus dilalui.
Terkadang mereka duduk dalam keheningan dan mendengarkan lagu-lagu di radio, sampai mereka melaju keluar dari jangkauan dan kediaman mengambil alih. Lalu ia meminta wanita itu untuk menemukan stasiun lain. Di lain waktu mereka berbicara, tapi tak pernah mengenai apapun yang benar-benar serius. Seperti saat wanita itu memintanya untuk menjelaskan penunggangan banteng padanya.
Awalnya ia tak yakin dengan apa yang dimaksud oleh wanita itu. Apa yang harus dijelaskan? Kau harus berada di atas banteng. Kau berusaha untuk tidak terlempar. Lalu sekali ia mengerti maksudnya, ia menyadari ada lebih banyak hal yang harus dijelaskan, khususnya untuk seseorang yang tidak berada di sekitar hal itu selama hidupnya seperti yang ia lakukan.
Ia menjelas skor banteng dan skor penunggang. Yang maksudnya untuk menantang keputusan empat juri, dan berapa banyak hal itu menghargai seorang penunggang jika tantangan mereka dijungkirbalikkan. Ia memberitahu wanita itu alasan-alasan seorang penunggang bisa dihadiahi sebuah penunggangan kembali, dan juga bagaimana ia bisa didiskualifikasi.
Sebelum ia mengetahuinya, hal itu jauh melewati makan siang dan lebih dekat dengan makan malam. Itu adalah cahaya pudar dari siang hari yang pertama memberi isyarat padanya untuk fakta, diikuti oleh keroncongan di perutnya.
“Terima kasih.” Ia melihat sekilas pada Leesa di seberang interior truk yang remang-remang.
Wanita itu mengerutkan kening. “Untuk apa?”
“Untuk tetap menemaniku. Perjalanan ini cukup menyakitkan saat aku melakukannya sendirian. Kau membuat waktu melayang dengan hal itu.” Chase mendapati sangat sulit untuk tetap fokus pada jalanan, yang lebih dekat dengan tempat yang membuat mereka harus berhenti untuk malam ini.
“Bagus. Aku senang.” Leesa tersenyum padanya. Ia suka saat wanita itu tersenyum.
Ia balik menyeringai dan memutuskan untuk menggunakan situasi ini untuk keuntungannya. Mungkin ia bisa membuat wanita itu setuju untuk membiarkannya membelikan mereka makanan yang baik untuk malam ini. “Jadi, seperti yang bisa kau lihat, aku berhutang padamu dan akan membawamu keluar untuk makan malam yang menyenangkan.”
Wanita itu mengerutkan keningnya lagi dan mulai menggelengkan kepalanya.
Bertekat, Chase menggelengkan kepalanya balik pada wanita itu. “Tidak. Aku tak akan menerima ‘tidak’ sebagai jawaban untuk kali ini.”
“Aku tak punya pakaian untuk makan malam yang menyenangkan.”
Ia tak percaya alasan itu selama sedetik. “Aku memakai celana jins dan sepatu bot koboi.”
“Setiap pria di sekitar sini mengenakan celana jins dan sepatu bot koboi. Itu berbeda untuk wanita. Aku mengenakan kaos dan sneaker. Mungkin kita bisa mendapatkan makanan bungkusan yang benar-benar enak dan malahan memakannya di kamar hotel kita?”
Chase tak mendebatnya, khususnya sejak wanita itu mengatakan kamar hotel kita daripada kamarmu, atau kamarku. Kamar kita.  Ia tersenyum. “Oke. Kedengarannya menyenangkan.”
Leesa terlihat lebih senang. Chase sudah pasti senang. Ia mulai menelanjangi kota yang akan menawarkan hotel yang layak dan restoran yang melayani makanan bungkusan. Ia bisa menemukan hotel-hotel murah dengan baik. Dia dan teman-temannya sudah cukup lama menginap di sana. Hotel yang benar-benar bagus bisa jadi hanya beberapa dan jauh dari jalan yang terbuka, bahkan saat dia punya tahun yang cukup bagus untuk mampu tinggal di salah satunya. Untungnya, tahun kemarin sangat bagus dan tahun ini juga tidak terlalu buruk.
Ia menjadi mahasiswa tingkat kedua yang merosot pada awalnya, tapi ia menyelesaikannya dengan kuat. Ia telah mendapatkan uang yang lumayan. Lebih dari cukup untuk memperlakukan Leesa dengan baik selama dua hari ia bersama dengan wanita itu. Mudah-mudahan cukup baik untuk meyakinkan wanita itu untuk bersama lebih lama lagi.
Akhirnya Chase melihat papan tanda yang terlihat cukup menjanjikan. Hati terasa berada dalam tenggorokannya hanya dengan berpikir tentang seberapa dekat ia mengeluarkan Leesa dari truk ini dan pergi kedalam kamar hotel, ia menyalakan lampu seinnya dan menepikan truknya dari jalur kiri ke kanan. 
Dua mil diantara tanda jalan keluar dan jalan memutar yang sebenarnya terlihat sesak, tapi akhirnya jalan keluar itu berada di depannya. Ia mengikuti tanda hotel-dan-makanan di akhir jalur melandai dan berputar ke kanan di atas rute yang mungkin memiliki sebuah angka sebagai namanya, tapi lebih terlihat seperti jalanan kota. Tak apa-apa, selama itu menuntunnya kemana ia ingin pergi. Bahwa berada di tempat untuk mendapatkan makanan yang layak untuk perut mereka dan tempat tidur bagus untuk...hal-hal lainnya.
   Chase mengingatkan dirinya sendiri bahwa Leesa mungkin tak ingin hal-hal yang lainnya itu. Setelah sehari berada di dalam truk dengan batas-batas yang ketat dengan wanita itu, hal itu akan terasa sulit. Hanya mendengar suara wanita itu saja sudat membuatnya keras di setengah waktu. Pasti salah satu dari hal-hal tentang Pavlovian yang ia pelajari di sekolah. Tubuhnya terhubung dengan suara wanita itu dengan kesenangan luar biasa dan bereaksi setiap kali ia mendengarnya. Baik-baik saja dengan dia, meski dia ingin mengalami kesenangan itu lagi dan tidak hanya mengeras secara terus-menerus.
Ia bergumul dengan pikirannya dari pemikiran mesum dan mulai mencari hotel dan makanan yang sudah dijanjikan oleh papan tandanya. Akhirnya ia melihat apa yang telihat seperti rumah penginapan kota. Ia memperlambat laju mobilnya dan memarkirkannya ke tempat parkir, menatap bangunannya dengan curiga. Tempat-tempat seperti ini adalah ambil atau hilang. Mereka bisa menjadi murah dan bersih dengan daya tarik yang tak kau temukan di jaringan hotel besar, atau mereka bisa menjadi membuat-hidupmu-mengerikan.
Itu adalah jenis tempat dimana kau memarkirkan kendaraanmu tepat di depan terserah kamar apa yang kau dapat. Ada mesin soda di bawah atap yang menaungi gang tempat berjalan di sepanjang gedung. Semakin ia melihatnya, semakin ia takut ini bukan tempat terbaik untuk mereka menginap. Jika itu untuk dirinya sendiri, atau dia, Garret dan Skeeter, itu akan menjadi cerita yang berbeda sepenuhnya. Sial, mereka sudah tidur di dalam truk dengan cubitan. Tapi malam ini punya potensial untuk menjadi agak spesial, dan ia tak mau sesuatu seperti kecoa atau kamar mandi kotor menghancurkannya. Bahkan hanya dengan memikirkan hal itu, meredamkan apa yang sudah ereksi dengan cukup bahagia.
Ia berputar di tempat duduknya menghadap Leesa. “Apa yang kau pikirkan? Haruskah kita mencobanya?”
Wanita itu melihat ke sekeliling tempat parkir. “Tak ada mobil lain di sini.”
“Aku tahu. Itu sedikit mengkhawatirkanku.”
Tak apa-apa. Bisakah kau masuk dan mendapat kamarnya? Mungkin satu di belakang. Jadi sepi dan kita tak akan mendengarkan lalu lintas sepanjang malam?”
Chase melihat jalan melalui kaca spion atas dengan tanya. Tak ada lalu lintas. Faktanya, ia melihat sedikit mobil sejak keluar dari jalan raya. Ia tidak menjawab wanita itu bagaimanapun juga, hanya mengangguk.
“Oke. Apapun yang kau inginkan. Kau yakin tak ingin aku bertanya jika kita bisa melihat salah satu kamar terlebih dulu sebelum kita check in?”
“Tidak. Aku bukan pemilih.”
Ia tertawa. Lantas wanita itu adalah satu-satunya di dunia yang tidak. Ia tak mengatakannya tapi mengangguk. “Tentu. Kau tak ingin masuk kedalam bersamaku?”
“Aku baik-baik saja. Aku hanya akan menunggu di sini.” Pandangan wanita itu melihat ke cermin di sampingnya sebelum berbalik kembali padanya dan tersenyum, ekspresi yang terlihat terpaksa.
Chase menahan desahannya. Diantara semua fantasi seksnya, ia lupa bahwa ada sesuatu yang lain yang terjadi dengan wanita itu. Ia harus tekun kapan-kapan untuk masuk ke dasarnya. Setidaknya sebanyak waktu yang ia tekuni untuk bisa masuk ke dasar wanita itu...begitu juga dengan berbicara.
“Baiklah. Aku akan segera kembali.” Ia mematikan mesin, memutar pintunya hingga terbuka dan meluncur keluar dari tempat duduk pengemudi. Merasakan kaku karena duduk begitu lama, ia meregangkan tubuhnya. Emas dari cincin kawinnya tertangkap cahaya. Ia penasaran berapa lama seseorang terbiasa melihat sebuah cincin di jarinya. Mungkin lebih lama dari dia menikah dengan Leesa.
Dengan batas waktu yang menggantung di kepalanya, Chase berjalan dengan energi yang diperbaharui menuju ke kantor dan membunyikan bel di meja dengan mungkin antusiasme lebih dari yang diperlukan.



ORIGINALLY TRANSLATED BY ALYA FELIZ


Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. OPEN MINDED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger