RIDE by CAT JOHNSON - BAB 4

April 9, 20151comments

“Hei Bung, waktunya bangun.” Kata-kata itu merasuk ke dalam mimpi tidurnya yang gelap, damai, dan tidak jelas.

Chase sadar akan sesuatu, atau seseorang, mengganggunya dengan menyodok lengannya. Beberapa saat kemudian, otaknya baru sadar dari mabuknya. Tidak benar-benar memukulnya sampai dia berguling dan merasakan perutnya memberontak. Ia membuka sebelah matanya, dan sinar matahari menyerang matanya seperti pisau yang memotong tengkoraknya.

“Ugh, jam berapa ini?”

“Baru sore hari.” Garret menjawabnya dengan suara yang terdengar terlalu bahagia dibandingkan dengan keadaan Chase saat ini.

Dia meringis dengan rasa mengerikan di mulutnya, dan mempertimbangkan untuk meminum air putih yang akan membuatnya lebih baik atau lebih buruk. Dengan otaknya yang bekerja lambat, membutuhkan beberapa saat bagi Chase untuk memproses sepenuhnya apa yang Garret katakan padanya. “Sore? Aku tak pernah tidur selarut ini.”

Berpakaian rapi dan terlihat siap untuk hari baru yang cerah, Garret menyeringai pada Chase tanpa simpati. “Kau juga biasanya tidak kembali ke kamar kita pada jam 4.30 pagi lalu menenggak beberapa gelas tequila.”

“Aku menenggaknya?” Dan jika memang begitu, dia tak akan pernah melakukannya sendirian. Kenapa Garret terlihat begitu sadar saat Chase merasa seperti sekarat?

Bersandar pada lemari pakaian, lengan disilangkan, Garret mengangguk. “Oh, ya. Kau melakukannya. Tapi yang paling menarik adalah semabuk-mabuknya kau, kau masih tak menceritakan padaku apa yang terjadi antara kau dan penari telanjang itu di ruang belakang.”

Memori dari malam sebelumnya menerobos kabut mendung di otaknya. Bukan hanya semua yang terjadi di ruang belakang yang dengan jelas memenuhi pikiran samarnya, melainkan juga kesadaran yang tiba-tiba. Kecurigaan Chase meningkat bahkan saat tubuhnya masih belum bisa melakukan apapun. Alasan kenapa Garret tidak mabuk tiba-tiba jelas bagi Chase. “Kau tetap sadar dan membiarkanku mabuk kemarin malam, hanya untuk mendapatkan informasi dariku?”

Garret menyeringai. “Oh, ayolah. Apa aku akan melakukannya?”

“Ya.” Chase duduk dan langsung menyesalinya karena rasanya seperti petir yang menembus tengkoraknya. Dia menekan perutnya dengan sebelah tangan yang terasa seperti tiba-tiba marah. “Aku bisa membunuhmu. Aku merasa seperti bajingan dan kita punya acara penggemar dua jam lagi.”

Sesakit apapun rasanya, dia tetap memberikan Garret tatapan jijik.

“Itu salahmu sendiri. Jika kau memberitahuku apa yang terjadi dengan si seksi itu di ruang belakang, aku tak harus mencekokimu dengan alkohol. Dan asal kau tahu saja, aku mempercayakanmu semua rahasiaku mulai sekarang, karena kau, Bung, seperti kubah. Kau tak pernah pecah. Tidak pernah sekalipun. Kau muntah, tapi kau tak pernah mengeluarkan apapun.”

Dia muntah? Itu menjelaskan rasa busuk di mulutnya.

“Jika aku menjadi kau, aku tak akan mempercayai diriku sama sekali. Faktanya, lebih baik kau tidak tidur malam ini karena aku benar-benar akan membunuhmu untuk ini.” Segera setelah dia bisa berdiri tanpa jatuh atau muntah lagi, Chase bermaksud melakukannya.

Garret mengabaikan ancamannya dengan lambaian tangan sambil lalu. “Ya, ya, terserah. Kau bau seperti tequila. Mandilah agar kita bisa mendapatkan sesuatu untuk dimakan sebelum acara penggemar. Aku kelaparan.”

Pemikiran tentang makanan membuat perut Chase tergulung, tapi mandi air panas mungkin membantu. Dia bangkit dengan hati-hati, seolah-olah kepalanya terbuat dari kaca dan pergerakan tiba-tiba bisa memecahkannya. Pada titik ini, itulah apa yang dirasakannya saat Chase berjalan menuju ke kamar mandi, yang terasa lebih jauh dari kemarin.

“Oh, aku lupa memberitahumu. Orang-orang akan melakukan sesuatu yang bagus malam ini.”

Chase mengerutkan keningnya. “Bukankah tadi malam bagus untukmu?”

“Ya, benar, tapi malam ini adalah malam terakhir kita disini, jadi kita harus melakukan sesuatu yang menyenangkan. Tapi semua orang mengeluh dengan berapa banyak uang yang kita habiskan minggu ini. Rencananya kita akan tinggal dan berpesta di sini.”

“Baiklah, terserah.” Chase menyeret langkahnya melalui pintu kamar mandi, tak peduli dengan apa yang dilakukan orang lain selama mereka membiarkannya sendiri sekarang.

Garret berteriak padanya. “Kami akan mengambil beberapa bir atau apapun setelah meet and greet.”

“Bagus. Sudah tak sabar untuk menunggu.” Chase mengerang dengan pemikiran itu.

Ketika dia menutup pintu kamar mandi, dia mendengar Garret tertawa. “Kau akan pulih.”

“Yeah, aku tahu.” Lebih cepat lebih baik, jadi dia bisa membunuh Garret.

Guyuran air panas sangat membantunya berpikir di saat sendirian seperti ini. Sekali dia memutuskan tidak akan terlempar, dia menceritakan ulang kejadian malam sebelumnya. Setidaknya bagian-bagian yang bisa dia ingat. Kejadian sebelum Garret mulai mencekoki tenggorokannya dengan minuman.

Bayangan klub telanjang memenuhi otaknya yang mabuk tequila. Dia bahkan tak tahu nama wanita itu, tapi dia masih bisa mengingat wajahnya sejelas jika wanita itu berada di depannya. Chase hampir merasakan sentuhan wanita itu juga. Sial. Kenapa dia tidak menanyakan namanya? Bukan berarti itu akan membuat banyak perubahan sejak wanita itu bilang tidak mengencani pelanggan. Tapi bagaimana jika dia bukan pelanggan? Bagaimana jika dia tak pernah kembali ke klub itu lagi? Lalu bisakah dia mengajaknya kencan? Malam ini adalah malam terakhir mereka di kota ini, setidaknya sampai musim depan saat tur kembali dengan cara seperti ini lagi. Apa wanita itu masih akan bekerja di sana, jadi dia bisa menemukannya?

Kenyataannya adalah, dia tak mau menunggu selama itu untuk menemukannya, dan bukan karena apa yang telah terjadi di antara mereka. Oke, baiklah. Kemarin benar-benar menakjubkan, tapi lebih dari itu. Dia suka apa yang dia lihat di mata wanita itu, meski dia tak pernah bisa menceritakan pada Garret atau orang lain mengenai hal itu. Mereka tidak mengerti. Mereka mengolok-oloknya, memanggilnya Romeo. Mengatakan bahwa dia terlalu mudah tertarik.

Tentu saja dia bisa menceritakan pada mereka mengenai pekerjaan tangan itu, dan mereka akan menepuk punggungnya dan menyelamatinya. Tapi dia tidak bisa mengatakan apapun tentang bagaimana perasaannya. Bagaimana mereka sudah kelewat jauh dari sekedar tari pangkuan yang berakhir bahagia. Pada saat dia bilang bahwa dia mengajak wanita itu kencan karena ingin lebih mengenalnya lebih dekat sebagai seseorang, mereka malah menggodanya.

Dia hanya ingin mengenal wanita yang bersamanya dengan lebih baik, sementara teman-temannya senang dengan cinta satu malam. Lalu kenapa? Mungkin dia memilih wanitanya dengan lebih hati-hati sebelum memulainya. Dia tertarik pada siapapun yang layak untuk disukai, alih-alih hanya sekedar bercinta satu malam saja. Apa yang salah dengan itu? Tak ada, sejauh yang bisa ia lihat.

Yeah, dia hanya mengenal wanita itu mungkin selama satu jam, tapi dia menyukainya. Ada daya tarik di sana. Dia melihat sesuatu yang dalam. Wanita itu mungkin sanggup menyembunyikannya dari dunia, tapi dia bisa melihatnya. Dia bisa membaca orang dengan baik. Dia selalu melakukannya. Wanita itu telah menyerang Chase, tapi mudah diserang di dalamnya. Wanita itu berani tapi takut di waktu yang sama.

Dia merasakan wanita itu gemetar, bukan hanya karena dia curiga—setidaknya berharap—wanita itu mengalami orgasme selama tari pangkuan itu. Bukan berarti dia suka berada di tempat-tempat seperti itu sebelumnya, tapi teman-temannya menariknya ke beberapa klub telanjang selama dalam perjalanan. Mereka biasanya memasuki klub telanjang itu kapanpun seseorang berulang tahun atau baru saja menikah. Selama bertahun-tahun, Chase telah bersentuhan dengan cukup banyak penari telanjang dan tahu bahwa biasanya mereka tidak memerah karena malu, atau sangat gugup dengan pelanggan yang mulai mereka goyang.

Saat dia menyabuni dirinya di dalam ruang beruang dan memikirkan tentang wanita itu, dia sadar dia merasa lebih baik. Satu bagian dari dirinya pulih dengan sangat cepat. Chase menimbang untuk mengabaikannya, kemudian berpikir apa-apaan? Dia tidak bisa bangun dengan cara yang lebih baik dan bersiap untuk hari ini. Berharap dia mengetahui nama wanita itu bersamaan dengan bayangan wajahnya yang muncul, dan sisanya benar-benar kenangan mereka yang sangat indah, Chase meraih dirinya sendiri dan mulai meremasnya. Dia tahu itu tak akan lama. Tidak dengan bayangan wanita itu yang menggiurkan di otaknya. Bahkan meski wanita itu sedang melakukan apa yang telah dilakukannya padanya di tempat lain. Dia datang dengan cepat kedalam aliran air yang panas.

Pemikiran pertama yang memukulnya setelah itu adalah, dia mungkin tak akan mampu untuk makan setelah semua ini. Beberapa makanan dan vitamin akan membuatnya baik-baik saja seperti sedia kala.
***
 Entah bagaimana mereka menemukannya. Bagaimana? Dia sudah berhati-hati. Leesa hanya mengijinkan dirinya untuk singgah ke rumah mungkin selama sepuluh menit. Cukup lama untuk melemparkan beberapa barang yang dia butuhkan, atau yang tak bisa hidup tanpanya, kedalam tas. Seluruh hidupnya berada dalam tas ransel berukuran besar. Seberapa menyedihkannya hal itu? Dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa setidaknya dia punya kehidupan. Untuk sekarang lebih tepatnya. Itu semua bisa berubah dengan cepat jika dia tidak segera meninggalkan kota secara diam-diam.

Tak ada yang mengikuti mobilnya saat dia meninggalkan apartemen. Dia yakin, atau setidaknya begitu pemikirannya. Dia menuju ke kasino dimana dia tahu akan menemukan beberapa orang untuk menyembunyikannya selama beberapa jam, sampai dia bisa mendapatkan bus keluar kota. Dia memarkirkan mobilnya di parkir tertutup yang ada di kasino di tengah-tengah ribuan kendaraan lain, mengetahui bahwa Jerry dan Johnny pasti punya oknum polisi yang mereka bayar untuk melacak mobil yang terdaftar sebagai miliknya, jika dia mengendarainya keluar kota.

Dia pikir tak ada seorangpun yang memperhatikan mobilnya terparkir di sini. Rupanya dia salah karena fakta tak terelakkan bahwa mereka ada di sini dan karena itu dia tak akan aman. Dia harus keluar, tapi pergi kemana? Dengan jantung berdebar, dia menimbang pertanyaan itu. Sementara itu, Bruno, menggunakan kaos hitamnya seperti biasa yang longgar, dan dua gorila yang berpakaian seperti setelan Italia senilai ribuan dolar dengan sarung pistol di bahunya yang lebih besar dari lengan bawahnya, sedang menuju ke arahnya. Kehadiran mereka membuktikan bahwa entah bagaimana mereka tahu dia sedang berada di sini di kasino, tapi menilik dari cara mereka bergerak—perlahan-lahan, secara visual mencari kamar—mereka belum menemukannya.

Dia berbalik dan menghadap ke arah sebaliknya, menahan keinginan untuk melihat dari balik bahunya. Denyut nadinya terdengar sangat keras di telinganya, dia menegang mendengar debaran itu. Dengan latar belakang hiruk pikuk keramaian, dia berdoa dia tidak akan mendengar suara familiar dari tukang pukul yang memanggil namanya ketika mereka dekat dengannya. Dia berjalan cepat, tapi tidak terlalu cepat agar tidak menarik perhatian mereka. Berbaur, mampu menghilang di tengah-tengah orang-orang ini, mungkin adalah masalah hidup dan mati.

Masalahnya adalah sebagai wanita muda, dia tidak berbaur dengan baik dengan warga lama yang bertengger di bangku mesin slot yang ada di sekelilingnya sekarang. Tak ada tempat lain yang bisa digunakan untuk bersembunyi di area ini. Dia butuh lebih banyak kerumunan yang bermacam-macam. Bersandar pada mesin slot yang tinggi, dia beristirahat untuk bernafas dan berpikir. Panik tidak akan membantu. Dia harus menjadi rasional. Dia butuh sebuah rencana.

Udara dari AC begitu dingin, mungkin untuk membuat para penjudi tetap bangun di mesin slot mereka, tapi Leesa bisa merasakan keringat dingin karena ketakutan di kulitnya. Jika merendahkan kepalanya menghadap dadanya, dia bahkan bisa mencium ketakutan yang memancar dari tubuhnya, atau mungkin karena dia tidak mandi sejak kemarin. Dia menghabiskan 12 jam terakhir atau lebih di kasino, selalu bergerak. Menunggu untuk melarikan diri. Berpikir Jerry akan menganggapnya segera meninggalkan kota dan tak akan mencarinya yang akan menaiki bus selanjutnya. Tapi ternyata dia salah. Dia menunggu terlalu lama.

Leesa berharap dia punya uang untuk membeli tiket pesawat, meski mungkin mereka akan mengawasi bandara juga. Sebuah pengumuman dengan suara keras diikuti dengan sorakan melalui gemuruh kuat dari slot dan percakapan. Leesa melirik sekilas dan hampir menangis lega dengan apa yang dilihatnya. Itu kelegaan, atau mungkin kelaparan dan kelelahan, yang hampir membuatnya menangis. Salah satunya, bukan masalah karena sekarang dia punya sebuah rencana.

Lebih jauh di bawah sana lorong pertokoan dengan pembatasan umur, area berpagar yang dipenuhi dengan mesin slot dan para penjudi, terdapat kerumunan yang sangat besar dan sangat ramai. Dari pandangan yang lebih dekat membuktikan bahwa kerumunan itu terdiri dari orang-orang muda dan tua, pria, wanita, dan anak-anak. Dia tak tahu kenapa mereka bisa berada di sini, tapi semakin banyak orang untuk bersembunyi semakin bagus. Sembari menunduk, dia berjalan langsung ke sekelompok orang asing dari berbagai jenis itu, yang mungkin tanpa mereka tahu baru saja menyelamatkannya.

Menyelinap kedalam celah sempit antara pria berpakaian jins dengan sepatu bot koboi, dan gadis berkaos minim ketat dengan celana jins potongan rendah yang menampakkan thongnya, Leesa berharap bisa bersembunyi di dalam kerumunan. Dia menunduk untuk melihat sekilas kaos dan selana jinsnya sendiri, usahanya yang menyedihkan untuk menjadi tak terlihat. Dia berdoa semoga itu berhasil.

Hidup terasa agak di luar kenyataan pada saat ini, seperti aneh, dia tidak bisa terbangun dari mimpi yang sangat buruk, tapi pria dengan riasan badut dan mengenakan topi koboi sembari menyebutkan para penyumbang melalui mikropon yang terpasang di kepalanya, membuat semuanya bahkan terlihat lebih aneh. Pria itu meneriakkan olok-olokan sambil menembakkan t-shirt dan topi dengan peluncur roket genggam ke tengah-tengah kelompok yang sedit nakal. Leesa tak tahu apa yang sedang terjadi di sekitarnya atau kenapa, tapi jika itu membantunya menghindar agak tidak tertangkap, dia akan mengambil keuntungan baik ini tanpa bertanya.

Ledakan lain yang diikuti teriakan dari sekumpulan massa. Pria yang berdiri di sebelahnya mengulurkan sebelah lengan, dan menangkap satu buntalan yang ditembakkan ke arah mereka oleh badut itu. Dia menekan hadiah padanya.

“Kau mau ini? Aku sudah punya tiga.” Pria itu menyeringai lebar, memperlihatkan segumpal kunyahan tembakau yang didorong kedalam pipinya.

“Terima kasih.” Mengangguk, dia meraihnya, terlalu terkejut dengan tawaran itu dan trauma dengan keadaannya sekarang untuk melakukan apapun.

Sebuah topi bukan ide yang buruk. Melihat sekilas ke sekitar membuktikan bahwa lebih dari beberapa orang yang lain sudah mengenakan topi baseball yang ditembakkan badut tadi. Mungkin dia akan masuk ke ruang instirahat dan mengganti t-shirtnya juga nanti. Haruskah ia bersembunyi di toilet wanita sampai pantainya bersih? Pemikiran terjebak di ruangan yang relatif kecil, tanpa jendela dengan hanya satu jalan keluar, dan begitu keluar ternyata dikepung oleh orang-orang jahat, membuat isi perutnya bahkan semakin mual daripada saat pertama kali dia melihat mereka. Tidak, berada di sini di antara banyak saksi mata membuatnya lebih aman. Atau setidaknya seaman yang ia cari sekarang.

Tak butuh waktu lama untuk membuka tali yang mengikat topi dan kasonya menjadi satu. Dengan sebelah tangan gemetar, dia menyingkirkan rambutnya dari wajahnya dan menutupinya dengan topi baseball. Dia berpikir untuk membeli gunting dan pewarna rambut. Mereka akan mencari rambut coklat panjangnya. Dan lagi, dia tidak pernah menyangka mereka sedekat ini untuk menemukannya, jadi bagaimana bisa dia memprediksikan dia punya 30 menit untuk mengubah penampilannya? Rencana pergi ke kasino, menelantarkan mobilnya, dan melompat ke salah satu bus yang berangkat dari sana setiap sore ke semua negara harusnya berhasil.

Lalu kenapa tidak berhasil? Bagaimana bisa mereka menemukannya? Dia masih tidak tahu, tapi topi itu akan menyembunyikannya sampai dia mencari tahu. Dia menarik topi itu lebih rendah melebihi matanya, dan memposisikan dirinya di belakang bagian terbesar pria yang ada di depannya. Lalu apa dia berani berbalik untuk melihat pengejarnya? Tak butuh waktu lama untuk menemukan mereka. Ketika mereka bergerak ke arahnya, mata jeli mereka menyapu seluruh tempat dengan gerakan terlatih. Penyamaran sederhananya tak akan bekerja jika mereka menemukannya. Dia harus bergerak.

Ponsel di saku celana depannya bergetar mengenai pinggulnya. Dia melompat dan menahan tangis kecil. Lalu kenyataan menghantamnya. Bisakah Jerry melacak lokasinya dari ponselnya bahkan meski dia tidak menjawabnya? Tentu saja pria itu bisa. Dia seharusnya sudah memikirkannya sebelumnya. Kakak Jerry, Johnny, terkenal memiliki banyak koneksi. Pria itu cukup berkuasa, dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan dan tak ada seorangpun yang akan menanyakannya.

Pengaruh besarnya bahkan sampai ke Jerry. Semua orang dengan gampang bilang iya untuk dua bersaudara itu. Orang-orang melompat untuk menyenangkan mereka, bahkan para polisi, maka dari itulah dia benar-benar sendirian sekarang. Tapi dia tak akan sendirian lebih lama lagi jika dia membuang ponselnya. Dia memiliki tiga orang yang sangat berarti bagi perusahaan yang tak diinginkan.

Sebuah keluarga berjalan ke arahnya saat dia sangat bingung untuk berencana. Haruskah dia mengeluarkan baterai ponselnya? Apa itu akan membantu? Saat kepanikan Leesa menumpulkan kemampuannya untuk berpikir, sang wanita mendorong kereta bayi yang berisi seorang bayi yang terlihat mengantuk melewatinya, sementara sang pria menggendong anak kecil di lengannya. Sedikit perbincangan mereka terdengar di telinga Leesa ketika mereka melewatinya.

Sang pria berkata. “Aku akan membawanya ke ruang istirahat lalu kita pergi?”

Sang wanita mengangguk. “Dia tak akan tidur di sini. Mungkin dia akan berada di mobil.”

Memaksa dirinya untuk bergerak secara perlahan, tenang, dia menyelinap ke ujung kerumunan sambil masih menyisakaan beberapa tubuh di sekitarnya yang bisa menyembunyikannya. Dia menyorongkan ponsel keluar dari sakunya dengan jari gemetar, untuk mengubahnya menjadi mode sunyi alih-alih bergetar. Sang ayah menghilang ke kamar mandi sementara sang ibu pindah ke depan kereta bayi, perhatiannya sepenuhnya teralihkan dalam usahanya untuk menghentikan kerewelan bayi itu.

Sebisa mungkin meredakan debaran jantungnya, Leesa membiarkan ponselnya jatuh kedalam tas gantung diaper dari pegangan kereta bayi. Dengan sedikit keberuntungan, mereka tak akan memperhatikan tas mereka memuat ponsel kecil saat mereka pergi. Malah, mereka akan membawa pencarian Jerry padanya ke penangkapan angsa liar yang semoga saja jauh dari pinggiran kota.

Dia menahan diri dari rasa bersalah atas kemungkinan menyebabkan bahaya pada keluarga tak bersalah itu, dengan memanfaatkan mereka untuk pergi jauh. Kemudian lagi, Jerry dan kakaknya tak ada urusan untuk melawan orang-orang ini. Dialah yang mereka inginkan, meskipun alasannya masih menjadi misteri. Siapa atau apa yang bisa Leesa temui untuk bisa membiayai hidupnya? Dia tak memikirkan hal itu sekarang.

Keramaian melindunginya dari pergerakannya menuju ke sekumpulan pintu. Mereka membentuk garis-garis yang agak teratur di setiap pintu masuk yang mengarah ke area lain. Melihat ke sekeliling, dia memperhatikan setiap orang mencengkeram tiket di tangan mereka. Setiap pintu masuk diblokir oleh pria-pria berseragam sama, yang dia kira memang sengaja ditempatkan di sana untuk mengumpulkan tiket-tiket itu.

Leesa harus bergerak dengan kerumunan itu atau dia akan tertangkap lagi, tapi dia tak memiliki tiket. Jantungnya berdegup lebih cepat dengan panik. Seorang wanita menarik seorang anak kecil dengan tangannya menuju ke ruang istirahat. “Kenapa kau tak bilang sebelumnya bahwa kau harus ke kamar mandi? Sekarang kita akan kehilangan tempat yang bagus untuk mendapatkan tanda tangan.”

Selama ditarik, anak kecil yang merasa bersalah itu menjatuhkan tiket yang tadi dipegangnya. Baik ibu maupun anaknya tak memperhatikannya, saat kertas putih kecil itu melayang dan jatuh di dekat Leesa. Sementara mereka pergi dan menghilang ke kamar mandi, tiket yang hilang itu masih berada di lantai. Menahan rasa bersalah yang dia rasakan karena mencuri dari anak kecil itu, Leesa membungkuk dan memungut kertas itu. Menyembunyikannya di telapak tangannya, dia melihat sekilas ke tulisan cetakan di sana.

Ada beberapa jenis logo, dan kata-kata Fan Meet and Greet. Tertulis pada tanggal hari ini. Tidak yakin dengan siapa yang akan dia temui dan sambut, dia mengambil tempat di antara kumpulan orang-orang yang memanjang yang bergerak perlahan menuju ke pintu, kedalam tempat yang terlihat seperti area terlarang yang terpisah dari bagian utama kasino. Mudah-mudahan ada pintu keluar darurat di ruangan itu, kalau-kalau dia membutuhkannya.

Di kasus lain, mengikuti kerumunan ke even privat lebih baik daripada keluar dan membuka jalan bagi para pria jahat itu untuk mempercepat langkahnya ke arahnya. Seorang pria dengan topi kobi hitam besar mengecek tiketnya lalu menyuruhnya masuk. Di sinilah dia akan tersembunyi dari pandangan siapapun yang tak memiliki tiket, seperti para pria jahat itu yang mencarinya. Mereka akan terjebak di luar aula karena entah bagaimana, dia tidak berpikir para koboi berwajah kasar dengan logat bicara berat di dekat pintu masuk, berada di bawah pengaruh kakak Jerry.


Leesa menghembuskan nafas lega dan merasa lebih aman, untuk sekarang. Dia memenangkan putaran ini, tapi putaran kedua masih berada di depan. Dia masih harus pergi dari sini dan dari mereka. Kemana, dia tak memiliki petunjuk. Pulang kerumah bukanlah sebuah pilihan. Dia bisa menempatkan orang tuanya kedalam bahaya. Dia benar-benar sendiri sekarang.

Translated by Alya Feliz
Share this article :

+ comments + 1 comments

Mar 3, 2022, 8:12:00 PM

The best casinos that are rigged
At 양주 출장샵 Casino.com, you will find 동해 출장마사지 the best casino and sportsbook for every American, Canadian, 세종특별자치 출장안마 and Canadian casino. 화성 출장안마 At Casino.com, you 속초 출장안마 will find the best

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. OPEN MINDED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger