DACROS - BAB 1

April 26, 20155comments

Cover by Alya Feliz

Suara kicauan burung yang begitu nyaring membuat telingaku sedikit berdenging. Ingin sekali aku menyentil burung itu hingga terjatuh dan mati, namun segera kuurungkan niatku. Aku bukanlah pembunuh. Mengingat satu kata itu membuat dadaku kembali berdenyut nyeri. Aku benci mereka. Aku benci semua orang yang tak mau mendengarkan penjelasanku. Aku benci saat orang yang kucintai lebih memilih untuk mempercayai wanita sialan itu. Aku benci wanita sialan yang sayang sekali adalah kakakku, menusukku dari belakang. Hanya demi Alvon. Aku bersumpah akan menyiksanya sebelum aku benar-benar membunuhnya.
Srek.
Aku tetap bergeming dan berpura-pura masih tidur. Gerakan yang sangat halus, bahkan tak bisa ditangkap oleh indra manusia, mendekat ke arahku dengan sangat cepat secepat hembusan angin. Ia mendekatiku. Sedetik kemudian, sesuatu yang tajam menusuk pangkal leherku dan menghisap darahku dengan rakus. Aku membuka mata, dan melihat rambut panjang berwarna coklat jatuh menutupi sebagian wajahku.  
"Agh," terdengar suara seperti tercekik di atasku.
Wanita itu mengangkat wajahnya. Dia adalah vampir. Jika saja manusia bisa melihat wujud aslinya, mungkin mereka akan berlari ketakutan. Wajahnya berwarna abu-abu, taring-taringnya begitu panjang dan besar, dan rambutnya berantakan. Bola matanya yang besar dan berwarna merah menatapku nanar, hingga aku bisa melihat serabut merah yang memenuhi matanya. Tubuhnya mulai melangkah mundur.
"Bagaimana rasanya?" tanyaku sambil tersenyum.
Aku bangkit dari tidurku di atas rerumputan, lalu mendekatinya dengan perlahan. Wanita vampir itu semakin cepat berjalan mundur, tapi sayang tubuhnya semakin melemah dan akhirnya jatuh tersungkur setelah menabrak sebuah pohon besar.
"Ka...kau...bu...bu..."
"Yup, kau benar," potongku cepat, lantas mendekatinya.
"Tap...tapi....baumu...seperti...manu...sia. Aku mohon...tolong...aku. Aku...benar-benar...kelaparan...tadi. Aku...mohon," mohonnya sambil mencengkeram lehernya dengan erat.
Wanita itu mulai menitikkan air matanya yang membuatku mengerutkan kening heran. Vampir bisa menangis? Kenapa? 
"Aku...mohon...aku...masih...ingin...hidup...hiks," lanjutnya dengan air mata yang mengalir semakin deras. Kedua matanya menjadi merah seluruhnya dan genangan air di sudut matanya berubah warna menjadi merah darah.
Aku menghela nafas panjang. Aku bukan makhluk jahat, dan aku bukan pembunuh. Memejamkan mata sebentar, aku berjongkok dan melepaskan cengkeraman tangannya di lehernya. Leher dan seluruh tubuhnya mulai menghitam, dan hampir 90% tubuhnya mulai ditumbuhi sesuatu seperti akar berwarna putih. Hanya tinggal wajahnya saja yang masih terlihat abu-abu pucat. Aku baru tahu efek dari darahku bagi makhluk lain akan semengerikan ini. Tapi untungnya vampir ini tidak sampai mati seperti yang sebelumnya digembar-gemborkan. Jika memang darahku bisa membuat makhluk lain mati, maka sudah pasti vampir ini tak bisa lagi melihat dunia, karena lehernya sudah berwarna hitam yang artinya racunku sudah menyerang organ-organ vitalnya.
"Tolong...aku...Kau...adalah...perempuan....baik....Nona...maafkan...aku," ucapnya mulai kehilangan fokus dan nafas yang mulai melemah.
Sekali lagi aku menghela nafas. Bahkan makhluk menjijikkan pun masih mau meminta maaf atas ketidaksengajaannya. Makhluk menjijikkan? Hei, siapa yang bilang bahwa vampir adalah makhluk yang menjijikkan? Hanya makhluk-makhluk yang berkelakuan seperti binatang tak berakallah yang pantas disebut menjijikkan. Aku segera menggigit lehernya dan memasukkan racun penangkal yang terdapat pada taringku, kemudian menghisap darahnya berkali-kali dan meludahkannya ke samping. Beberapa saat kemudian, akar-akar yang tadi menjalari seluruh tubuhnya berangsur-angsur lenyap dengan perlahan. Setelah wanita itu sudah kembali sehat, wujudnya berubah menjadi seperti manusia yang begitu cantik dan menawan. Ia menatapku dan langsung memelukku.
"Terima kasih. Terima kasih karena sudah menyelamatkanku. Maafkan aku karena telah berusaha memakanmu. Maaf," ucapnya terdengar tulus. 
Aku mengelus punggungnya lantas melepaskan pelukannya. "Hei, tak apa-apa. Aku mengerti apa yang kau rasakan. Siapa namamu? Aku Candice," kataku sembari mengulurkan tangan.
“Aku Sharon, senang berkenalan denganmu. Jika kau bisa melihatku, berarti kau bukan manusia, kan? Hanya makhluk supernatural saja yang bisa melihat wujud asliku,” sahutnya sambil membalas uluran tanganku, lalu keningnya berkerut. “Aku yakin tadi sempat melihatmu mengeluarkan taring sebelum menggigitku, meski tak sepanjang milikku. Oh, dan kau memiliki sayap berwarna emas! Aku bersumpah aku tadi juga melihat kulitmu berkilauan dan matamu berwarna ungu. Sekarang dimana mereka semua?”
Aku tertawa kecil melihat kebingungan di mata hijaunya. "Aku adalah dacros dan sekarang sedang tidak berada dalam wujud asliku. Aku terpaksa menyamarkan bauku juga karena sedang melarikan diri. Aku...adalah seorang buronan," jawabku dengan wajah muram, namun setelah itu tersenyum. 
Ya, aku adalah buronan, dan itu benar-benar menyakitkan. Kurasakan bahuku ditepuk dua kali, lantas tubuhku kembali dipeluk.
"Kenapa?" tanyanya setelah melepaskan pelukannya.
"Aku dituduh telah membunuh ibuku, padahal aku tak melakukan apapun. Biasalah, makhluk dengki benar-benar menyebalkan," jawabku lantas mengedikkan bahu sekilas, berusaha terlihat tak acuh.
Sharon menggenggam kedua tanganku dan menatapku dengan wajah serius. "Aku di sini untukmu. Aku yakin kau bukanlah makhluk jahat. Tolong jangan bersedih. Aku tak mau melihat teman baruku bersedih."
Aku tersenyum dan membalas genggaman tangannya. Teman. Entah kenapa kata itu membuatku merasa nyaman. Selama ini aku tak memiliki teman yang tulus. Mereka mau berteman denganku karena aku adalah seorang putri dari kerajaan tertinggi White Dacros. Aku tak membutuhkan makhluk munafik seperti mereka. Yang aku butuhkan adalah makhluk seperti Sharon, meskipun ia adalah vampir. Tapi aku tak peduli. Mulai detik ini aku berjanji, akan melindungi Sharon dan memasukkannya ke dalam daftar makhluk yang sangat penting dalam hidupku setelah ibuku.
“Umm, kita mau kemana?” tanyaku saat Sharon tiba-tiba saja menarik tanganku menuju ke jalan setapak.
“Kita akan pulang ke rumahku. Di dunia manusia, kita harus memiliki rumah. Kita juga harus mempunyai uang untuk mendapatkan barang-barang. Ugh, seandainya saja aku bisa mendapatkan pakaian-pakaian itu tanpa perlu membayarnya,” jawabnya lantas menggerutu.
Aku mengikutinya dengan tersenyum lebar. Dia akan menjadi teman yang menyenangkan.


COPYRIGHT 2015 BY ALYA FELIZ



Share this article :

+ comments + 5 comments

Apr 26, 2015, 5:29:00 PM

wooowww belum baca tapi koment covernya dulu dehh,,,,, bagus banget covernya.... menarik... penasaran n mengugah..
boleh nanya gak kak?? kenapa sang waktu gak d lanjutin yaaa??? pleaaaseee penasaran kak.. hiihihiihii,, tpi gak maksa lho kak

Apr 27, 2015, 8:50:00 AM

fitri annisha bukannya nggak dilanjutin, tapi masih belum ada ide hehehe. Nanti kalau ada ide, diusahakan diupdate deh bab selanjutnya :D

Apr 30, 2015, 10:25:00 AM

ngerubah ceritanya jangan kebanyakan ya al ..hahaha .. ga rela keromantisan haiden jadi berubah .. dan gue suka pas tau di dada haiden sama acacia ada logo yang sama .. bentuk pedang .. plis jangan di ilangin hahaha #mukamaksa

May 3, 2015, 5:20:00 AM

Bguz kak..mdah"n gx semua brubah iia kak..kalaupun berubah smoga tmbah lebih mnarik..ud lama bget nunggu dacros pgen tau klanjutannya; ) semngt kk

May 3, 2015, 5:23:00 AM

Bguz kak..mdah"n gx semua brubah iia kak..kalaupun berubah smoga tmbah lebih mnarik..ud lama bget nunggu dacros pgen tau klanjutannya; ) semngt kk

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. OPEN MINDED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger