SANG WAKTU - Bab 2

February 7, 201510comments

Sang Waktu

Aster menuruni tangga dengan senyum merekah. Penampilannya pagi ini terlihat begitu cantik dan menawan, seperti biasanya. Setelah bertunangan dengan Hando seminggu yang lalu di rumah lelaki itu, kebahagiaannya terasa begitu lengkap dan nyata. Beberapa teman modelnya terang-terangan mengatakan iri padanya, karena ia berhasil mendapatkan lelaki pujaannya sekaligus sahabatnya. Dan saat ini ia merasa jantungnya berdebar-debar. Sebentar lagi ia akan menghabiskan waktu akhir pekan bersama dengan tunangannya sepuasnya. Begitu sampai di anak tangga paling bawah, ia melihat ke meja makan yang hanya ditempati oleh ibunya. Tidak ada Canna yang biasanya sarapan bersama mereka.

"Kak Canna mana, Ma?" tanyanya sambil melangkah mendekati ibunya dan mencium pipinya.

"Dia bilang harus ke kampus, ngurusin ijazah atau apa gitu," jawab ibunya, Bu Marla, sambil menyendok nasi gorengnya.

Aster tertegun sejenak. Seminggu yang lalu ijazah mereka sudah keluar, dan mereka berdua mengambilnya secara bersama-sama. Tapi ia tidak mau berburuk sangka.

"Akhir-akhir ini Kak Canna sering keluar ya, Ma. Udah sebulan sejak kami balik dari Malang, dia kok sering banget pulang malam. Apa dia nemuin pacarnya ya, Ma? Aku belum tahu sih pacarnya yang mana. Tapi sejak Hando ke Bekasi dan tinggal di sana, Kak Canna juga jadi jarang main sama aku," ujar Aster. Ia mengambil sepiring nasi goreng buatan ibunya yang sudah pasti lezat seperti biasanya.

"Mungkin dia lagi sibuk nyari lowongan kerja, Sayang. Positive thingking aja," balas Bu Marla sambil tersenyum kikuk.

Keheningan melanda mereka setelah itu. Aster yang tidak menyadari senyum kikuk dari ibunya, menikmati sarapannya dengan lahap.

"Ma, aku pengin banget Papa ada di sini waktu aku nikah sama Hando nanti. Gimana caranya aku bisa menghubungi Papa ya?" tanya Aster di sela-sela kunyahannya.

Bu Marla urung menyuapkan makanannya mendengar pertanyaan itu. Enam belas tahun berlalu sejak mereka bercerai, dan selama itu pula mereka tidak pernah berkomunikasi. Mantan suaminya adalah warga negara asli Spanyol, dan mereka bercerai karena keegoisannya yang ingin mempertahankan karirnya. Saat itu ia sedang dalam masa-masa keemasannya, menjabat sebagai wakil Direktur sebuah perusahaan yang memproduksi pakaian dengan merek terkenal. Mantan suaminya tidak mau memiliki istri yang sibuk mengurusi pekerjaannya dan menelantarkan anak-anaknya serta dirinya, dan itulah yang menyebabkan Aster menjadi manja karena mantan suaminya selalu memanjakannya.

"Kenapa Papa nggak pernah menghubungi kita ya, Ma? Apa Papa udah nggak sayang lagi sama aku?" gumam Aster sambil memegang segelas jus jeruk dengan pandangan menerawang.

Bu Marla gelagapan saat melihat bagaimana rindunya Aster pada ayahnya. Mereka tak pernah mengatakan sebab perceraian mereka. Yang Aster tahu, ayahnya berpisah dari ibunya karena harus pergi jauh.

"Aster, kamu yakin mau nikah sama Hando? Maksud Mama, dia kelihatan..." Bu Marla bingung harus mengatakan apa. Dia tak mungkin bilang pada putrinya kalau gadis itu egois seperti dirinya.

"Mama ngomong apa sih? Kan kami udah tunangan seminggu yang lalu, Ma. Mama takut sendirian ya? Tenang aja, Ma. Masih setahun lagi kok aku nikah sama Hando. Selama itu, aku bakalan bantuin mama ngurusin restoran deh. Sekalian aku belajar masak, Ma," jawab Aster dengan senyum di bibirnya.

Bu Marla mengerutkan keningnya. Ada sesuatu yang disembunyikannya, tapi Aster sama sekali tidak peka terhadap sekitarnya. 

"Mama mau ke restoran dulu. Kamu mau keluar? Kok kayaknya udah rapi gini. Atau hari ini ada pemotretan? Kan hari Sabtu," tanya Bu Marla sambil memperhatikan penampilan Aster.

Gadis itu memakai atasan tanpa lengan berwarna putih dan skinny jeans berwarna abu-abu. Bu Marla semakin heran dengan penampilan putrinya yang tidak seperti biasanya. Sudah sebulan ini Aster memakai celana panjang atau rok panjang alih-alih hotpant atau rok pendek. Bahkan atasannya pun tidak sevulgar dulu yang memperlihatkan sedikit belahan dadanya dan keseluruhan lengannya. Tapi ia senang dengan perubahan gadis itu. Semenjak menjadi model, penampilan Aster memang terlalu modis dan glamor. Belum lagi make up berlebihan pada wajahnya membuatnya terlihat lebih tua dari Canna. Tapi saat ini, gadis itu hanya memakai bedak tipis dan lipgloss. Wajahnya terlibah lebih segar dan bahkan terlihat lebih imut ketimbang Canna.

"Aku mau jalan sama Hando, Ma. Dia bilang hari ini mau pulang, masih dalam perjalanan. Mama nanti mampir ke butik juga nggak? Aku mau nyari baju baru boleh ya, Ma." Aster menyunggingkan senyum lebarnya sambil menautkan jari jemarinya, menandakan bahwa gadis itu sedang benar-benar menginginkan sesuatu.

Bu Marla tertawa melihat gelagat anaknya yang terlihat menggemaskan meski sudah berusia 21 tahun. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan mendekati gadis itu. "Tentu saja boleh. Asal jangan bikin ulah ya. Kasihan anak-anak kalang kabut kalau kamu rewel di sana." Bu Marla mencium kening putrinya dan membelai rambutnya.

"Oke, Mamaku sayang! Aku janji nggak akan resek deh di butik Mama. Mau belajar jadi anak yang baik, kan sebentar lagi mau jadi istri orang," jawab Aster dengan senyum bahagia, namun justru membuat Bu Marla tersenyum tak enak.

"Ya udah, Mama berangkat dulu. Kamu nggak apa-apa sendirian di rumah? Mendingan kamu nunggu di rumah Hando aja gih. Udah jam 8 gini, siapa tahu dia bentar lagi nyampe." Bu Marla mencium kening putrinya sekali lagi sebelum meraih tas dan blazernya di atas kursi.

"Gampang itu, Ma. Ya udah Mama hati-hati ya di jalan. Jangan ngebut, jangan nyetir sambil telpon, jangan melanggar rambu-rambu lalu lintas, jangan suka menyalip..."

"Hei, di sini yang jadi ibu itu kamu atau Mama sih? Kebiasaan deh," potong Bu Marla dengan mata melotot. Mereka berdua sama-sama tertawa setelahnya, karena kebiasaan Aster yang tak kunjung berubah saat siapapun itu hendak mengendarai mobil atau motor.

Bu Marla bergegas keluar dari rumah sebelum jalanan semakin bertambah macet. Aster sendiri mengantarkannya sampai ke depan pintu. Begitu mobil ibunya sudah menghilang dari pandangannya, ia menoleh ke rumah di sebelahnya yang terlihat sepi. Sama sekali tidak terdapat tanda-tanda mobil Hando sudah terparkir di halaman rumahnya, padahal lelaki itu mengatakan akan segera sampai dari satu jam yang lalu. Diputuskannya untuk menunggu satu jam lagi. Kalau Hando tak kunjung datang, ia akan menunggunya di rumah lelaki itu. Toh orang tua Hando sudah mengijinkannya dan Canna untuk sewaktu-waktu memasuki rumah mereka, karena sejak kecil mereka berdua suka sekali bermain di sana.

***
"Kamu kapan balik ke Bekasi? Apa nggak capek seminggu tiga kali kamu pulang ke sini?" tanya Canna sambil memejamkan mata.

"Ck, demi kamu aku rela pulang seminggu tiga kali, bahkan setiap hari sekalipun. Lagian itu nggak mengganggu pekerjaanku kok. Banyak juga temen-temen kerjaku yang pulang seminggu sekali. Jakarta-Bekasi kan deket," balas Hando yang juga memejamkan mata.

"Tapi Aster tahunya kamu pulang dua minggu sekali. Kenapa kita bohongin dia lagi sih? Kamu udah tunangan sama dia, Ndo. Lebih baik kita udahin aja hubungan kita," ujar Canna dengan nada pasrah.

Hando membuka matanya dan menatap Canna tak terima. "Nggak! Aku tunangan sama dia karena terpaksa. Kamu sendiri yang bilang kalau aku harus nerima dia. Kenapa sih kamu nggak jadi egois? Kamu nggak mikirin perasaanku?"

Canna membuka matanya dan menggeleng. "Aku lebih bahagia saat melihat dia bahagia, Ndo. Sejak Papa kami pergi, dia sering sakit-sakitan dan selalu murung. Tingkahnya jadi menyebalkan dan nggak ada yang mau temenan sama dia kecuali kita. Kamu nggak tahu kan, setiap kali dia ketemu kamu, kedua matanya selalu berbinar. Awalnya aku pikir karena kamu dia anggap sebagai pengganti Papa. Tapi semakin kita dewasa, aku tahu dia nganggep kamu lebih."

"Nggak, Can. Aku yakin Aster mau ngerti keadaan kita. Dia udah dewasa, banyak pria yang mau sama dia. Tapi nggak dengan aku, Can. Aku cuma cinta sama kamu. Sampai kapanpun aku tetep cinta sama kamu, meskipun kamu maksa aku nikahin Aster sekalipun," kata Hando dengan nada tegas.

"Kamu nggak tahu kalau sebulan terakhir ini dia bener-bener bahagia, Ndo. Sejak kamu bilang mau tunangan sama dia, dia berubah. Dia kembali menjadi Aster yang dulu, yang apa adanya dan nggak lagi meremehkan orang. Aku nggak mau hubungan kita bertiga rusak hanya karena keegoisan kita..." belum sempat Canna melanjutkan kalimatnya, Hando sudah membungkam bibirnya. Mereka saling mencari dan menikmati satu sama lain, melupakan sejenak apa yang tadi diperdebatkan.

"Tak peduli Aster berhasil mendapatkan ragaku, hatiku tetap buat kamu. Aku nggak akan pernah mencintai dia, sampai kapanpun. Dia yang selama ini egois dan nggak pernah peka dengan perasaan orang lain. Aku mohon saat ini kita lupakan dia dan bersenang-senang dengan cara kita sendiri," ucap Hando sebelum kembali mencium Canna dengan lembut dan mesra.

***
Sudah satu jam lebih dan Hando belum juga datang. Aster begitu gelisah sekaligus tak sabar, apalagi tak satupun pesan maupun telpon diterimanya dari lelaki itu. Biasanya Hando selalu mengabarinya apapun yang dilakukannya, sama seperti saat mereka masih bersahabat dulu. Tapi akhir-akhir ini lelaki itu seperti menjauh, meskipun sebenarnya mereka memang sedang berjauhan. Hal yang sama juga dirasakannya pada Canna, yang akhir-akhir ini sibuk dengan urusannya sendiri yang entah apa. Setahunya Canna bukanlah tipe gadis yang suka keluyuran seperti dirinya, bahkan bisa dikatakan kakak kembarnya itu adalah gadis rumahan. Tapi semuanya sudah berubah, di saat dia benar-benar merasakan kebahagiaan karena berhasil mendapatkan lelaki yang dicintainya.

Tak mau lebih lama lagi merasakan ketidakpastian, ia memutuskan untuk pergi ke rumah Hando yang letaknya tepat di sebelah rumahnya. Kemungkinan di rumah itu hanya ada pembantu rumah tangga saja, karena biasanya orang tua Hando akan menghabiskan akhir pekan ke rumah kakek dan nenek Hando di Tangerang. Langkahnya sedikit cepat karena ia ingin segera sampai ke rumah tunangannya. Tanpa ragu-ragu lagi, ia segera membuka pintu rumah besar dan mewah itu dengan perlahan. Suasana rumah begitu sepi dan sunyi, seperti tak ada penghuni sama sekali. Ia heran kenapa keluarga ini tidak menyewa satpam dan jarang mengunci pintu. Apa mereka sebegitu kaya rayanya, sehingga tak begitu peduli dengan rumah ini beserta isinya? Meskipun sudah belasan tahun bersahabat dengan Hando, dia tak tahu menahu mengenai harta kekayaan keluarga lelaki itu. Menurutnya, bersahabat tidak harus mengetahui apapun sampai mendetail. Yang terpenting adalah kenyamanan dan kepercayaan, seperti yang selama ini berusaha ia berikan pada Hando.

"Eh, Non Canna?" 

Aster terkesiap dan hampir saja melompat karena saking terkejutnya. Ia mengelus-elus dadanya untuk meredakan debar jantungnya yang terlalu cepat. Dilihatnya salah seorang pembantu rumah tangga berdiri tak jauh dari ruang tamu.

"Mau nyari Den Hando? Tadi saya lihat naik ke atas sama Non Aster," lanjut pembantu itu.

Aster mengerutkan keningnya bingung. Kenapa perempuan seumuran ibunya itu memanggilnya Canna? Biasanya saat ia datang ke rumah ini, perempuan itu akan bertanya dulu dia Canna atau Aster, bukan langsung menebak seperti sekarang. Tapi perkataan setelahnya tadi lebih menarik perhatiannya. Hando ada di sini bersama Aster, berarti maksudnya adalah bersama Canna. Sudah pasti pembantu di rumah ini mengira kalau yang bersama Hando sekarang pastilah dirinya, karena mereka berdua sudah bertunangan.

"Hando udah pulang, Bi? Sejak kapan?" tanyanya sambil mendekati perempuan itu.

"Kemarin jam 11 malam, Non. Tadi pagi Non Aster dateng ke sini, kira-kira jam 6 gitu kalau ndak salah. Kalau Non Canna mau nyusul, langsung aja ke kamarnya seperti biasa. Den Hando sepertinya sedang istirahat," jawab perembuan itu.

"Makasih, Bi. Kalau begitu saya ke atas dulu, ya," pamit Aster sambil tersenyum, mencoba mengabaikan perasaan tak enak yang terus menggelayuti hatinya.

Setelah pembantu itu pergi, Aster menatap kamar Hando yang sedikit terlihat dari posisinya sekarang. Sebelum menaiki tangga, ia memutuskan untuk melepaskan kedua wedges yang dipakainya. Entah apa yang dipikirkannya, namun saat ini hatinya menyuruhnya untuk berjalan dengan kaki telanjang menuju ke kamar lelaki itu. Hatinya berdegup semakin cepat seiring langkah kakinya menaiki satu persatu anak tangga yang lumayan tinggi. Semakin ia mendekati kamar Hando, semakin cepat degup jantungnya. Sampai-sampai ia harus menekan dadanya untuk meradakan debaran itu.

Ketika kedua kakinya sudah sepenuhnya berada di depan kamar lelaki itu, ia melihat sedikit celah pintu yang tidak tertutup sempurna. Tak ada perbincangan yang terdengar, sehingga ia mengira kalau Hando benar-benar sedang tidur. Namun perkataan pembantu tadi mengusiknya. Canna berada di sini, dan tidak mungkin mereka sedang tidur....

Jantungnya semakin berdegup cepat saat pikiran-pikiran buruk mulai menyusup masuk, membuat hatinya resah dan sebelah tangannya sedikit mendorong pintu itu tanpa sempat dikendalikannya. Kedua matanya terpaku pada sepasang manusia yang saling menikmati, dengan posisi saling memberi dan menerima. Tak ada penghalang di antara mereka, kecuali sehelai selimut yang menutupi sebagian tubuh mereka dan hampir saja terlepas karena gerakan tak terkendali. Untuk sesaat pikirannya kosong. Kedua matanya masih menatap pemandangan menyakitkan itu, namun otaknya seperti tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi. Hanya gerakan alam bawah sadar yang menuntunnya untuk menjauhi tempat itu. Sampai saat kakinya menginjak salah satu wedges miliknya, barulah ia sadar kalau saat ini ia sudah berada di ruang tamu.

"Non Canna? Baru aja saya mau nganterin jus jeruk kesukaan Non Canna, eh malah sudah turun lagi." Suara pembantu tadi mengembalikan akal sehat Aster yang tadi sempat hilang.

Secepat mungkin ia mengerjapkan matanya dan mengusap setetes air mata yang sempat jatuh ke pipinya. Bergegas ia mengenakan kembali wedgesnya dan tersenyum pada pembantu tadi.

"Bibi Sri, jangan bilang sama Hando kalau saya ke sini ya. Tadi dia lagi tidur, nggak enak aja gangguin." Aster mendekati pembantu itu dan melepaskan cincin pertunangan di jari manisnya. "Kasih ini ke Hando kalau dia mau balik ke Bekasi."

"Ini cincin apa, Non?" tanya Bibi Sri dengan raut wajah kebingungan.

"Itu...itu cincin persahabatan yang dikasih Hando waktu aku ulang tahun. Pokoknya kasih aja, Bi. Nggak usah bilang alesannya apa kalau ditanya," jawab Aster dengan senyum dipaksakan. Bibi Sri mengangguk sambil menggenggam cincin itu agar tidak jatuh.

"Saya pulang dulu, Bi. Kalau Kak Ca...kalau Aster mau pulang dan ketemu Bibi, jangan bilang saya tadi ke sini. Makasih, Bi." Aster buru-buru meninggalkan rumah itu sebelum tangisnya meledak.

Meskipun ia gadis yang manja, tapi ia pantang menangis di sembarang tempat. Pesan dari ayahnya selalu diingatnya, untuk tidak gampang menangis agar dunia tidak memandangnya sebelah mata. Bayangan bibir lelaki itu menikmati apa yang dimiliki Canna tak mau lepas dari benaknya. Kakinya mulai berlari, tak peduli beberapa kali terjatuh karena tersandung bebatuan di halaman rumah lelaki itu. Suara rintihan Canna tak mau hilang dari telinganya, dan pergerakan tubuh lelaki yang sangat dicintainya menimbulkan nyeri yang teramat sangat di hatinya.

Ai matanya mulai mengalir saat ia membuka pintu rumahnya. Kakinya bergetar dan satu isakan keluar dari bibirnya begitu ia melangkah menuju dapur. Diambilnya segelas air dingin dari kulkas untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya, namun tak berhasil. Bayangan itu tetap saja muncul. Mereka saling menikmati, dan dia berjam-jam menunggu di rumah ini seperti orang bodoh. Walau kenyataannya ia memang bodoh, karena tidak pernah peka terhadap sekitarnya. Tidak, yang benar adalah dia sengaja tidak mau peka terhadap sekitarnya, karena itu tidak akan membuatnya rapuh dan kembali menjadi gadis kecil yang sangat bergantung pada ayahnya.

Tak tahan dengan rasa sakit yang semakin menjadi, ia meraih tas kecil yang sudah disiapkannya tadi di atas meja ruang tamu. Diraihnya ponsel pintar dari dalam tas itu sembari keluar dari rumah. Ia mendial nomor seseorang yang selama ini menjadi teman curhatnya dan mau mengerti dirinya apa adanya. Saat panggilannya diangkat, ia berjalan menuju ke jalan raya yang jaraknya tak begitu jauh dengan jalan perumahan yang ditempatinya.

"Glenn, kita ketemu di tempat biasa," ucapnya dan segera memutuskan panggilan tanpa menunggu balasan dari orang yang ditelepon.

Setengah berlari ia menuju ke jalan raya, dan segera melambaikan tangannya begitu melihat taksi berwarna biru yang menuju ke arahnya dari kejauhan.

"Grand Indonesia, Pak," ujarnya saat sudah memasuki taksi. Supir taksi mengangguk dan segera melajukan mobilnya menuju ke tempat yang dituju.

***
"What's wrong, Honey? Sorry, tadi Kevin masih nahan aku di apartemennya." Suara berat dan maskulin terdengar di belakangnya saat Aster tengah menikmati kopi hitam yang baru saja datang.

Pria itu mencium pipi kirinya dan duduk di depannya. "Hei, kemana make up yang biasanya selalu menghiasai wajahmu? Tapi kamu kelihatan lebih cute dan fresh dengan penampilan yang kayak gini. Oh, thanks udah mesenin kopi kesukaanku."

Aster hanya tersenyum menanggapi kecerewetan pria berdarah campuran Swiss-China-Indonesia itu. Orang lain mungkin mengira bahwa mereka berdua benar-benar sepasang kekasih, seperti yang diberitakan di majalah beberapa bulan yang lalu. Pada kenyataannya mereka hanyalah teman yang saling kenal di tempat kerja, dan Glenn sudah memiliki kekasih yang berjenis kelamin sama.

"I miss my Dad," ucap Aster setelah keheningan di antara mereka yang cukup lama.

Glenn mengerutkan keningnya, kemudian mengangkat sebelah alisnya. "Split it out," ucap pria itu tanpa mempedulikan perkataan Aster sebelumnya.

"Menurut kamu...aku ingin kamu jawab dengan jujur..." Aster menghela nafas, menyerah untuk berbasa-basi atau menggunakan kiasan. "Aku bilang cinta sama sahabatku dan memintanya untuk bertunangan denganku, sementara tadi aku melihat dia tidur dengan kakakku. Apa aku seburuk itu? Sudah dua kali aku dicampakin laki-laki sementara orang-orang memujiku cantik dan membuat mereka iri."

Ia menelungkupkan wajahnya di atas meja, berusaha mengusir bayangan-bayangan menyesakkan yang terus saja memenuhi kepalanya. 

"Kamu mau jawaban jujur, atau bohong?" tanya Glenn dengan suara yang terdengar ragu.

Aster mengangkat kepalanya dengan mata berkaca-kaca. "Jujur aja, biar aku tahu apa yang harus kulakuin."

Glenn menghela nafas panjang, menatap Aster yang terlihat mengenaskan dengan rambut sedikit acak-acakan. "Kamu tuh egois, mau menang sendiri, nggak pernah peka sama apa yang dirasain orang lain, belagu, sok cantik, suka seenaknya sendiri, menyebalkan, memuakkan, centil, manja, cerewet..."

Aster terkekeh mendengar semua ungkapan yang ditujukan padanya. Ia melihat Glenn sedang menatapnya dengan nafas terengah-engah. Pastilah pria itu menyebutkan semua sifatnya tadi tanpa jeda untuk mengambil nafas.

"Kira-kira kenapa Hando lebih memilih Kak Canna ketimbang aku?" tanyanya sambil meraih segelas kopi yang hampir dingin.

Glenn menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mengamati Aster yang terlihat sedikit lebih baik setelah perkataan jujurnya yang memang ungkapan dari hati. "Honey, cowok kayak Hando itu lebih suka cewek yang sederhana dan keibuan kayak Canna. Dia nggak suka cewek glamor, suka berpakaian minim, suka pake make up berlebihan, dan suka keluyuran malem-malem kayak kamu. Sorry kalau aku ngomong apa adanya. It's time to wake up, Dear. Aku tahu kamu bukan cewek nakal kayak kebanyakan model atau cewek-cewek ibukota lainnya."

Aster mengusap air matanya yang mengalir deras karena perkataan Glenn yang memang benar adanya. Selama ini hanya pria itu saja yang mau jujur padanya, berbeda sekali dengan Canna yang ternyata menyimpan rahasia besar di belakangnya. Ia pikir ikatan batinnya dengan kembarannya begitu kuat, sehingga apapun yang dikatakan oleh kakaknya akan selalu jujur. Ia begitu percaya pada semua yang dikatakan Canna, sehingga ia selalu menceritakan apapun yang dialaminya atau dirasakannya tanpa terkecuali. Bahkan ia merasa lebih dekat dengan Canna ketimbang ibunya sendiri.

"Kamu pernah nggak nanyain gimana perasaan Hando ke kamu? Apa dia bener-bener cinta sama kamu makanya mau tunangan sama kamu?" tanya Glenn masih tetap pada posisinya.

"Aku terlalu percaya diri, karena kupikir dia pasti juga cinta sama aku. Selama ini dia selalu perhatian dan lebih merhatiin aku ketimbang Kak Canna," jawab Aster dengan suara serak.

"Itulah kesalahan kamu, Dear. Kamu terlalu self-centered, terlalu percaya diri tanpa mau membuka mata hati kamu. Kamu terlalu kekanakan dengan maksa dia buat tunangan sama kamu. Hando itu tipe cowok yang nggak tegaan, tapi sekalinya tega..." Glenn mengangkat bahunya. "Kamu tahu sendiri apa yang udah dilakuin tadi."

Suasana di antara mereka kembali hening, meskipun kafe tetaplah ramai. Aster menghela nafas panjang sambil memijit pelipisnya. Tiba-tiba ia terkekeh geli, membuat Glenn mengerutkan keningnya heran.

"Aku baru sadar kalau aku kena karma. Dulu aku pernah ngatain temen kuliahku terlalu lebay dan norak karena rebutan cowok sama kakaknya, lalu sekarang? Aku malah hampir aja benci sama kakakku sendiri hanya gara-gara masalah Hando. Maksudku, aku memang cinta banget sama Hando. Tapi..ck, dia adalah sahabatku sejak kecil. Masak iya sahabat harus hancur begitu aja cuma karena cinta?" ucap Aster dan kembali terkekeh.

Glenn tersenyum melihat ketegaran yang terpancar di kedua mata gadis itu meskipun sudah sangat sembab.

"Tapi rasanya sakit banget, Glenn." Aster meminum kopinya yang masih tersisa setengah gelas. "Dan aku bakalan tetep ke Spanyol buat nyari Papaku. Aku nggak mau Mama sama Kak Canna curiga kalau aku udah tahu apa yang selama ini mereka sembunyikan."

Senyum Glenn memudar, digantikan dengan mata membelalak tak percaya. "Jangan bercanda, Dear."

Gelengan kepala Aster yang terlihat mantap membuat kedua bahu Glenn terkulai lemas. Pria itu tak mau kehilangan teman yang meskipun menyebalkan, tapi satu-satunya yang mau mengerti dirinya dan kondisinya selama ini.

====0====

Made by Alya Feliz
7 Februari 2015

DILARANG KERAS MENJIPLAK ATAU MENGCOPY PASTE TULISAN INI DENGAN CARA APAPUN. HARGAI HASIL JERIH PAYAH ORANG LAIN DAN INGATLAH KARMA SELALU BERLAKU!









Share this article :

+ comments + 10 comments

Feb 7, 2015, 8:13:00 PM

ahhh, akhirnya sadar jga.. biarpun sakit, tpi minimal engga berlarut-larut... d tgg critanya si aster d spanyol, psti bnyk cowo cakep d sana dan semoga d antaranya bsa bkin aster move on ( pengennya sih, tpi ttep trserah authornya).. hihihi... d tgg lanjutannya trus mba alya ;)

Feb 7, 2015, 9:40:00 PM

indah prima sari marsalina Thanks banget udah setia mantengin cerita ini #Hug. Oke, moga aja bisa cepet update ya dan mood nulis di blog nggak cepet hilang :D

Feb 8, 2015, 4:05:00 PM

alya feliz : haha, iya mba.. amin ;)
oia mba, itu yg she is the queen d rombak ato cma repost k blog mba? soalnya yg d watty udh bca ampe tmat sih.. hoho

Feb 8, 2015, 7:00:00 PM

indah prima sari marsalina itu cuma repost aja, rencananya mau kuhapus sih yang di wattpad. Tapi biarin aja deh. Biar ada dua dokumentasinya hahaha XD

Feb 8, 2015, 7:37:00 PM

alya feliz : iya mba jgn d apus, sayang critanya ama readers ny jg yang bru bca haha... saya jga tau mba authornya kan dri watty.. hihihi

Feb 8, 2015, 8:27:00 PM

indah prima sari marsalina iya bener. aku awalnya galau mau kuhapus apa nggak. Tapi kalau kuhapus yg ada pada marah2 ntar XD. kalau Dacros, rencananya emang mau kuhapus sih. Mau kupublish di sini aja. Soalnya ini versi rombakan ada di laptop XD

Feb 8, 2015, 8:52:00 PM

Alya Feliz : okee mbaa, psti d bca ulang.. Ehh tpi ending nya msi lama dong ya mba :(
Oia, salam kenal mba ( saya panggil mba aja ya haha ).. Nick saya klo d watty cerize.. Hehehe

Feb 9, 2015, 6:46:00 AM

indah prima sari marsalinahmm, bentar lagi mungkin ending. Belum mikirin sih kelanjutannya XD. Oke nggak apa2, salam kenal juga ya. Makasih udah setia baca cerita di sini :D

Feb 11, 2015, 12:29:00 PM

Ka aku masih nunggu cerita dascos ... aku baru baca setengah ... plis ... kapan keluarnya ???

Feb 13, 2015, 3:37:00 AM

siti nurjanah Sabar ya, masih nunggu giliran :)

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. OPEN MINDED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger