SANG WAKTU - Bab 1

February 6, 20152comments

Sang Waktu

Sepasang gadis cantik berparas sama berjalan dengan cepat di jalan kecil yang tak jauh dari hotel. Yang satu berpenampilan sederhana, sedangkan yang lainnya berpenampilan modis dan mengenakan pakaian minim. Beberapa kali gadis berpenampilan minim itu menggigil kedinginan karena lupa tidak membawa jaket.

"Kak, Hando mana sih? Katanya dia cuma sebentar di...mana tadi? Batu?" tanya Aster sambil mengusap-usap lengannya.

"Sebentar lagi dia nyampe, kok. Kita masuk ke hotel aja, ya. Sekalian siap-siap," ajak Canna sambil menarik lengan Aster menuju ke hotel tempat mereka menginap.

Seminggu ini mereka habiskan untuk berlibur di Kabupaten Malang untuk menikmati keindahan Pulau Bale Kambang dan tempat-tempat lainnya. Aster yang tidak terbiasa berlibur di tempat-tempat yang dingin, berkali-kali mengeluh kedinginan dan memeluk manja lengan Hando. Mereka bertiga memang sering bepergian ke tempat-tempat menarik di berbagai wilayah Indonesia, dan saat ini adalah terakhir kalinya mereka bisa bersama sebelum Hando bekerja di sebuah perusahaan otomotif di Bekasi.

"Aku heran kenapa kita harus berlama-lama di sini. Lihat nih, kulitku jadi kering begini. Mana di Batu dingin banget lagi, belum di desa-desa sebelahnya. Duh, kapok deh aku main ke sini lagi," gerutu Aster dengan bibir cemberut.

Canna hanya tersenyum menanggapi keluhan adik kembarnya yang usianya hanya terpaut 10 menit darinya itu. Dia juga berkali-kali membalas senyuman dari pegawai hotel yang berpapasan dengan mereka, berbeda sekali dengan Aster yang tak begitu peduli.

"Udah, dinikmatin aja. Toh kamu seminggu ini nempel sama Hando terus kan?" sindir Canna saat membuka pintu kamar hotel.

Aster tidak menjawab dan langsung merebahkan dirinya ke atas ranjang yang empuk. Ditariknya selimut tebal di bawah kakinya dan menyelimutkannya pada seluruh tubuhnya. Canna menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghela nafas panjang.

"Kak, jadi siapa yang Kakak suka? Aku lihat kamu sering senyum-senyum sendiri waktu chatting sama entah siapa itu lewat hape. Kenapa main rahasia-rahasiaan sih? Apa Kakak malu sama aku dan Hando?" tanya Aster setelah membuka sedikit selimutnya hingga hanya menampakkan wajahnya.

Canna yang sejak tadi sibuk membereskan pakaiannya, mendadak berhenti dan tertegun. Ia menoleh sedikit pada Aster, dan kembali melanjutkan kegiatannya. "Ada deh, pokoknya. Udah kamu buruan beres-beres sebelum Hando dateng. Kamu nggak mau dia marah-marah lagi ke kamu, kan?"

Aster mendengus. Dengan malas ia menyingkap selimutnya dan turun dari ranjang. Ia membereskan barang-barangnya dengan asal-asalan dan berkali-kali menguap.

"Kamu sendiri, siapa yang kamu suka? Mama bilang kamu sering senyum-senyum nggak jelas gitu kalau sendirian di kamar. Apa di kampus ada yang mulai kamu suka? Trus itu, nasib cowok-cowok bule yang ngejar-ngejar kamu gimana?" Canna tersenyum menggoda sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Aster mendengus.

"Aku nggak suka sama cowok bule. Aku sukanya sama Hando. Eh?" Aster membelalakkan matanya saat menyadari ia telah kelepasan bicara.

Canna menghentikan gerakannya yang hendak memasukkan piyama ke dalam koper. Ia mendongak dan melihat Aster yang tersipu malu.

"Eh, maaf Kak aku nggak ngasih tahu. Aku udah suka sama Hando sejak SMA dulu. Seminggu yang lalu aku udah nyatain perasaan aku dan kita bentar lagi tunangan loh. Duh, seneng banget deh. Ntar waktu kami tunangan, kamu bawa pasangan yah. Aku pengin tahu siapa cowok yang beruntung bisa dapetin Kakak," lanjut Aster dengan wajah berseri-seri, tak menyadari perubahan raut wajah Canna.

Mereka berdua kembali melanjutkan kegiatannya membereskan barang-barang yang masih bertebaran di kamar, dan Aster menjadi bersemangat hanya karena mengingat Hando. Ia sudah tak sabar menunggu waktu itu tiba dan akhirnya Hando akan menjadi miliknya.

***
"Hando, kamu kenapa nggak nyari kerja di Jakarta aja sih? Tapi nanti sering pulang kan?" tanya Aster begitu mereka dalam perjalanan pulang dari Bandara Sukarno-Hatta menuju ke rumah mereka.

"Pengin ganti suasana," jawab Hando singkat sambil tetap fokus pada jalan raya yang semakin padat di hari Minggu sore.

"Nanti aku mau nyari kerja di Bandung aja deh. Eh, tapi ntar Mama sendirian lagi. Kak Canna katanya juga mau nyari kerja di daerah Bekasi. Kalian janjian ya? Yah, sayang banget. Aku pengennya di Bandung sih. Eh, tapi nanti kan kita tunangan ya. Berarti..." Aster belum sempat menyelesaikan kata-katanya karena Hando tiba-tiba menatapnya tajam.

Aster bingung dengan perubahan sikap Hando akhir-akhir ini. "Kenapa? Aku udah ngasih tahu Kak Canna kok tadi waktu di hotel."

"Sudah kubilang pertunangan kita dirahasiain dulu. Aku masih terikat kontrak kerja selama setahun. Kalau sampe ketahuan udah tunangan, bisa-bisa aku dipecat. Ngerti nggak sih kamu?" bentak Hando dengan wajah garang.

Aster hampir saja terlonjak dari kursi mobil yang kini didudukinya kalau saja sabuk pengaman tidak menahan tubuhnya. Ia menatap Hando dengan kening berkerut heran. "Kan belum menikah, Ndo. Nggak ada larangan buat tunangan dulu, kan? Aku nggak mau kamu ntar direbut sama cewek lain. Aku cinta banget sama kamu, Ndo. Kamu tahu kan, seberapa besarnya perasaanku ke kamu. Aku rela ngelakuin apa aja buat kamu."

Hando mencengkeram kemudi mobilnya dengan sangat erat. Bibirnya menipis dan rahangnya mengeras. Lelaki itu melihat Canna yang masih tertidur pulas di kursi belakang dari balik kaca spion di atas kepalanya. Semua itu tak luput dari perhatian Aster. Tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu. Toh selama ini, Hando memang perhatian pada mereka berdua. 

"Kamu rela ngelakuin apapun buat aku? Termasuk mengganti cara berpakaian kamu? Sebenarnya aku risih ngelihat kamu selalu pamer paha sama lengan setiap kali kita bertiga jalan kemanapun. Lihatlah Canna, dia selalu berpakaian sopan dan sederhana. Seharusnya kamu malu sama kakak kamu," ucap Hando tanpa sekalipun menoleh pada Aster.

Aster tertegun sejenak, kemudian tersenyum. "Oke. Demi kamu, aku rela berpakaian kaya Kak Canna," jawabnya dengan mantap.

Aster merasa hatinya berbunga-bunga karena Hando begitu perhatian padanya. Rasa cintanya pada lelaki itu semakin besar, seiring bertambahnya waktu. Kebersamaan mereka sejak kecil dan bagaimana Hando selalu melakukan apapun untuknya dan Canna membuat perasaan itu terus bertumbuh.

"Aku cinta banget sama kamu," ucap Aster lagi sambil memeluk lengan Hando dengan manja.

Senyum tak lepas dari bibirnya, sedangkan Hando hanya diam saja saat ia memeluk lengan kokoh itu. Rasanya penantiannya selama ini tidak sia-sia. Lelaki itu mau menerimanya menjadi calon istrinya, dan itu sudah cukup. Ia tak membutuhkan apapun lagi selain itu.

"Aster, aku lagi konsen nyetir nih. Lepasin pelukan kamu," perintah Hando dengan kening berkerut.

Aster terkekeh geli saat melihat bagaimana seriusnya raut wajah lelaki itu ketika mengemudikan mobil. Sebelum melepaskan pelukannya, ia mencuri ciuman di pipi kiri Hando. Kedua pipinya terasa panas setelah menyadari betapa beraninya dia mencium lelaki itu terlebih dulu. Hando sendiri hanya diam saja, sama sekali tak memberikan respon apapun kecuali kedua matanya berkali-kali melirik kaca spion di atasnya.

"Aku mau tidur bentar boleh kan?" tanya Aster dengan senyum tak lepas dari bibirnya. Hando hanya mengangguk tanpa sekalipun menoleh.

Aster mengartikan ekspresi Hando sebagai tanda bahwa lelaki itu juga sama malunya seperti dirinya. Baru kali ini mereka melakukan skinship yang begitu intim, meskipun hanya sebatas ciuman di pipi. Ia mulai memejamkan mata setelah menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Berharap bisa tidur dan bermimpi indah setelah tadi mencium lelaki pujaannya.

***
Hando meminum kopinya dengan sekali teguk, tak mempedulikan bagaimana akibatnya nanti pada lambungnya. Pikirannya kacau dan ia butuh pengalih perhatian.

"Hando, udah. Ini udah cangkir keberapa yang kamu minum? Kita pulang aja yuk, udah malem nih. Nanti Mama sama Aster khawatir," bujuk Canna saat lelaki itu hendak memesan secangkir kopi lagi pada pelayan kafe.

"Bisa nggak sih saat kita berduaan, nggak usah sebut-sebut nama dia? Kamu tahu nggak gimana tertekannya aku gara-gara adik kamu yang maksa aku buat tunangan sama dia? Aku cintanya sama kamu, Can. Aku cuma nganggep Aster sebagai adik, nggak lebih," sergah Hando dengan wajah gusar.

"Tapi kita nggak bisa nyakitin perasaan dia, Ndo. Dia udah cinta duluan sama kamu, sedangkan aku baru cinta sama kamu saat kita kuliah. Aku nggak mau ngelihat Aster kecewa dan menangis kalau dia tahu mengenai hubungan kita. Apalagi tadi kamu bilang ke dia kalau aku sakit dan harus ke rumah sakit. Udah berapa kali kita bohong sama dia?" ujar Canna dengan raut wajah sedih.

Hando merangkum wajah Canna dan menatapnya tepat di kedua manik matanya. Ia mencium bibir Canna sekilas, sebelum tersenyum lembut dan memandangnya dengan penuh cinta.

"Bisa nggak sih kamu sekali aja egois demi hubungan kita? Kamu udah sering ngalah demi dia, dan kali ini kamu mesti ngalah juga? Kenapa kamu terlalu baik, Canna? Kenapa kamu harus punya kembaran egois dan licik kayak dia?" tanya Hando dengan nada lelah.

Canna memegang lengan Hando dan tersenyum. "Bagaimanapun juga dia adalah keluargaku, Ndo. Aku rela ngelakuin apa aja demi dia. Hanya dia dan Mama yang kupunya."

Hando mengerang frustrasi dan mengumpat pelan. Lelaki itu memejamkan matanya sambil mengerutkan keningnya, mengingat apa saja yang dilakukan Aster selama ini. Namun hanya rasa muak yang semakin mendalam yang didapatkannya, sekuat apapun ia mencoba untuk sekedar menyayangi gadis itu selayaknya kekasih.

"Seandainya saja aku bisa terlepas dari dia selamanya, aku akan sangat bahagia. Kita bisa mengumumkan hubungan kita ke semua orang. Nggak perlu lagi kita menjaga perasaan Aster yang bahkan nggak peduli dengan perasaan kita," gumam Hando yang sontak membuat Canna melepaskan kedua tangan lelaki itu dari wajahnya.

"Hati-hati dengan apa yang kamu minta, Ndo. Kalau apa yang kamu harapin terkabul, suatu saat kamu akan sangat menyesal dan nggak ada jalan buat kembali lagi," tegur Canna dengan tatapan tajam. "Aku memang cinta banget sama kamu, tapi aku nggak mau terjadi apa-apa sama Aster. Kami seperti terikat, Ndo. Aku dan dia udah kayak satu jiwa. Aku nggak mau kalau seandainya...."

"Sshhh, maafin aku, Can. Maafin aku. Aku janji nggak akan ngomong macem-macem lagi. Aku mohon kamu mau bersabar sebentar lagi. Kasih aku waktu setahun, setelah itu kita bisa menikah. Urusan Aster biar kupikirkan nanti. Kamu mau nunggu, kan?" potong Hando sambil menggenggam sebelah tangan Canna dengan erat.

Canna mengangguk sambil tersenyum. Ia sendiri sebenarnya tidak rela jika kekasihnya harus menikah dengan adiknya. Tapi kalau hanya bertunangan, masih bisa berpisah bukan? Benar apa kata Hando, kali ini dia akan egois menyangkut perasaannya. Ia ingin hidup bahagia dengan lelaki yang dicintainya, setelah selama ini selalu saja Aster yang mendapatkan apapun yang diinginkannya, termasuk kasih sayang ibunya.

"Kita pulang, ya. Aku nggak mau Mama khawatir dan mengira kalau aku beneran sakit," bujuk Canna.

Lelaki itu mengangguk dengan semangat. Ia merasakan kelegaan yang luar biasa di hatinya setelah kekasihnya mau menuruti keinginannya untuk menjadi egois. Tak bisa dibayangkannya jika ia harus hidup bersama Aster dan melihat Canna menderita. Meskipun wajah mereka berdua sama persis, tapi hatinya hanya untuk Canna. Ia bahkan tak peduli sama sekali saat banyak pria tertarik pada Aster karena kecantikannya yang eksotis khas gadis keturunan Spanyol, serta bagaimana supelnya gadis itu pada siapapun. Hatinya tak bisa berpaling dari Canna sejak mereka masih duduk di bangku SD.

"Canna, sebentar. Aku punya sesuatu buat kamu," cegah Hando saat Canna hendak beranjak dari kursinya.

Lelaki itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan dua buah gelang dari anyaman yang rumit. Gelang itu memiliki empat warna yaitu putih, merah, coklat dan hitam. Ia memakaikannya pada pergelangan tangan kanan Canna, dan memintanya untuk memakaikan yang satu lagi pada pergelangan tangan kanannya sendiri.

"Ini namanya gelang misanga. Gelang untuk persahabatan karena begitu sulit, rumit, dan membutuhkan banyak kesabaran untuk membuatnya. Aku memilih gelang ini karena hubungan persahabatan lebih kuat daripada cinta, dan aku berharap selamanya kita akan tetap menjadi sahabat sejati meskipun dibingkai dengan ikatan pernikahan," jelas Hando sambil tersenyum.

Canna menutup mulutnya dengan tangan kirinya. Ia mengamati gelang yang terlihat begitu rumit namun sangat indah itu dengan mata berkaca-kaca. 

"Gelang itu jangan sampai terlepas ya. Kalau sampai terlepas, aku takut nanti kita nggak bisa bersatu," pesan Hando dengan sungguh-sungguh.

Canna terkekeh dan memukul punggung tangan Hando. "Kamu masih percaya takhayul kayak gitu?"

Hando tertawa sejenak, kemudia menatap Canna dengan serius. "Aku nggak bercanda, Can. Aku berharap ikatan kita begitu kuat, apapun yang terjadi."

Mereka berdua saling tersenyum, sampai suara tawa dari pengunjung kafe yang baru masuk memutuskan kontak mata mereka. 

"Kita pulang yuk, udah jam 10 malem," ajak Hando sambil berdiri dan menyodorkan tangannya pada Canna.

Canna menyambutnya dengan senang hati. Setelah Hando membayar seluruh pesanan mereka tadi, mereka bergegas keluar dari kafe dan mencari mobil Hando yang terpakir tak jauh dari jalan raya.  Mereka terus bercanda dan sesekali saling berciuman untuk melampiaskan besarnya rasa cinta masing-masing yang selama ini selalu disembunyikan. Selama dalam perjalanan pun, mereka tak segan-segan untuk saling melontarkan pujian yang membuat jantung mereka berdebar-debar. Hingga tanpa terasa mobil Hando sudah sampai di depan rumah Canna. Terdengar suara langkah kaki berlari dari dalam rumah, diikuti dengan pintu yang terbuka dengan sedikit kasar.

Hando mendengus saat melihat Aster keluar dengan hanya mengenakan tangtop berwarna hitam dan hotpant berwarna putih. "Ck, penampilannya kayak wanita murahan."

"Hush, nggak boleh ngomong gitu. Kita nggak bisa menilai seseorang dari penampilannya aja," tegur Canna sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Terserahlah. Aku nggak suka lihat dia kayak gitu. Bikin muak. Kamu pura-pura tidur gih, mau kugendong," ucap Hando sambil keluar dari mobil dan menghampiri Canna yang langsung memejamkan mata.

Lelaki itu menggendong Canna dan berjalan melewati Aster yang menunggu mereka di teras rumah.

"Kak Canna nggak apa-apa kan?" tanya Aster sambil mengikuti Hando yang terus berjalan menuju ke kamar Canna.

"Nggak apa-apa, cuma kecapekan aja. Kamu kenapa belum tidur sih jam segini?" tanya Hando saat gadis itu hendak mengikutinya masuk ke kamar Canna.

"Aku khawatir sama Kak Canna, jadi daritadi nungguin dia. Udah enam jam nggak ada kabar, jadi aku nggak bisa tidur. Kukira Kak Canna sakit parah," jawab Aster begitu sampai di ambang pintu kamar.

"Dia nggak apa-apa. Udah sana cepat tidur," kata Hando sambil merebahkan tubuh Canna di atas ranjang dan menyelimutinya.

Lelaki itu bergegas keluar dari kamar kekasihnya dan kembali melewati Aster, namun gadis itu langsung mencekal lengannya.

"Makasih udah jagain Kak Canna. Besok kita jalan ya," pinta Aster dengan wajah memelas.

Hando ingin sekali menolaknya, namun tak tega mengatakannya. Dengan terpaksa ia mengangguk, dan itu membuat Aster senang bukan main. Lelaki itu harus bisa lebih bersabar menghadapi tingkah laku Aster yang begitu centil dan manja berlebihan saat bersama dengannya.

====0====

Made by Alya Feliz
6 Februari 2015

DILARANG KERAS MENJIPLAK ATAU MENGCOPY PASTE TULISAN INI DENGAN CARA APAPUN. HARGAI HASIL JERIH PAYAH ORANG LAIN DAN INGATLAH KARMA SELALU BERLAKU!




Share this article :

+ comments + 2 comments

Feb 6, 2015, 8:40:00 PM

uhhh, bete bgt loh sama canna dan hando... klo emng mreka ska knp nggk jujur aja... biarpun aster kek gtu tpi kan dia nggk tau apa apa, iya sih keknya aster egois mau menang sndiri (dri prckapannya canna-hando tdi) tpi nggk gtu jga... semoga cepet sadar deh asternya trus canna nyesel dan brhrap canna sama aster mending nggk usah dapetin hando -_- gmn pun mreka sodara kembar, jgn smpe rbut karna cowoo.. ughh ... d tgg lnjutannya mbaa :D

Feb 7, 2015, 9:50:00 PM

indah prima sari marsalina Waahhh, thanks banget ya udah baca. Oke, ditunggu ya lanjutannya :)

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. OPEN MINDED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger